PURA TAP SAI

Pura ini terletak dekat dengan pura Besakih. Sebelum Pura Dalem Puri, belok kiri ikutin jalan sampai bertemu pertigaan belok kanan. Pura ini sangat mudah ditemukan karena banyaknya tanda untuk menuju kesana dan masyarakat sekitar banyak yang tahu lokasi Pura ini, jadi saran saya daripada mencari menggunakan Map, lebih baik dan cepat untuk bertanya langsung karena jalan bagus.

AURA ketenangan Pura Tap Sai begitu terasa, sehingga sudah selayaknya para umat sering ke pura tersebut untuk bertapa. Selain itu, para bhakta percaya bahwa dengan memohon anugerah di pelinggih Lingga Yoni pura, segala permasalahan terkait kesehatan, rezeki, jodoh dan sebagainya mendapat pencerahan, sehingga menemukan jalan keluar yang tepat.

Hal tersebut tentu dikembalikan lagi kepada kepercayaan umat dalam memohon ke hadapanNya, sedangkan para pemangku pura hanya memfasilitasi dengan memanjatkan doa-doa suci ke hadapan Beliau. “Yang banyak datang untuk memohon tamba malah para bhakta, tiang tidak tahu akan itu. Yang tiang tahu cuma memohon doa keselamatan. Mungkin Beliaulah yang memberikan para bhakta ini petunjuk niskala tentang hal tersebut,” ujar pemangku Pura Tap Sai, Mangku Kariasa.

Pura Tap Sai di-empon oleh 200 orang krama dari Dusun Pura Gae Rendang. Oleh karena pura ini adalah linggih atau stana Tri Upa Sedana, maka pura ini memiliki 3 hari besar upacara piodalan. Pada Rahina Buda Cemeng Klawu, piodalan Ida Bhatara Rambut Sedhana (piodalan utama). Pada Sukra Umanis Klawu, piodalan Ida Bhatara Sri, dan Saniscara Umanis Watugunung piodalan Ida Bhatara Saraswati. Namun, pura ini dinyatakan selalu saja dikunjungi bhakta untuk sembahyang tatkala hari Purnama, Tilem, Kajeng Kliwon dan hari tertentu lainnya.

Pura Tap Sai ini terdiri atas 3 konsep mandala seperti keberadaan pura lainnya. Pada nistaning mandala terdapat sebuah palinggih batu besar yang bertuliskan huruf sastra Bali kuno, serta sebuah pelinggih yang di belakangnya terdapat sebuah pohon besar yang disakralkan. Pelinggih batu tersebut diibaratkan “protokoler” dari Ida Ratu Mekele Gede Lingsir yang mengkomandoi rerencang Ida Bhatara selaku “satpam” dari Gunung Puncak Mundi. Sedangkan sebuah pelinggih yang berdampingan di sana adalah pengayatan dari Ida Ratu Dalem Ped (Nusa Penida), yaitu Ratu Niang Mungkur yang merupakan rajanya dari para jin.

Memasuki kawasan madya mandala, terdapat sebuah palinggih Ganesha yang berstana Ida Bhatara Sanghyang Ganapati (Ganesha) selaku perwujudan Ida Bhatara Rambut Sedana yang memberikan perlindungan dan pemusnah rintangan bagi umat manusia. Letak bangunan tersebut agak menyamping di sebelah kiri pura dengan di belakangnya juga terdapat pohon besar yang disakralkan. Serta beberapa buah bale pesanekan.

Sedangkan kawasan utama mandala, merupakan inti dari bangunan palinggih Ida Bhatara Tri Upa Sedana. Di kompleks tersebutlah keberadaan pelinggih Lingga Yoni Ida Bhatara, tempat memohon keselamatan dan penganugerahan. Para pemedek yang tangkil biasanya menghaturkan 11 batang dupa di tempat tersebut, sembari memohon hal yang mereka inginkan.

Menariknya, di belakang kompleks utamaning mandala berdiri sebuah pohon beringin yang sangat besar dan begitu disakralkan. Di sana dulu terdapat arca Lingga Yoni yang kini terlilit dan menjadi satu ke dalam pohon beringin tersebut. “Dulu Lingga Yoni itu sempat dibawa pulang oleh masyarakat, tapi sesampainya di rumah menghilang. Esoknya sudah kita dapati kembali lagi di pura. Dari sanalah di-linggih-kan di depan pohon, dan kini dililit sehingga tidak kelihatan,” papar Mangku Kariasa.

Di luar kompleks pura namun menyatu dengan keberadaan pura, terdapat sebuah palinggih yang merupakan beji dari Ida Bhatara. Pelinggih tersebut mensiasati kendala tempat melasti Ida Bhatara yang berada di lereng bukit. Sehingga, air yang mengalir ke pelinggih beji tersebut berasal dari 3 titik tirta yang berada di atas bukit puncak mundi, yaitu Tirta Batu Putih, Tirta Batu Selem dan Tirta Batu Tengah.

Pura Tap Sai relatif masih minim didengar oleh kalangan umat Hindu di Bali. Dari nama pura, seolah pura ini seperti kental dengan nuansa “Cina”-nya.

Ternyata, pemahaman tersebut sirna saat kita mengetahui asal-usul nama pura tersebut. Pura Tap Sai merupakan pura yang dinamai dari kebiasaan bhakta (umat) yang tangkil (datang) ke pura untuk meminta keselamatan dan penganugerahan. Tap Sai berasal dari kata matapa saisai (bertapa atau semedi setiap hari) meminta amertha.

Menurut penuturan Jro Mangku Pura Tap Sai, Mangku Kariasa, pura tersebut belum diketahuinya secara persis kapan kemunculannya. Sebab, diketahuinya pura tersebut sudah lama berdiri sejak kakek buyutnya ada. Namun, dari beberapa sumber, utamanya dari Lontar Kuntara Bhuana Bangsul, dipaparkan Pura Tap Sai adalah pura yang terletak di kawasan lereng Gunung Toh Langkir atau Gunung Agung, tepatnya di puncak bukit Jineng.

Dalam lontar tersebut disebutkan bahwa ada 3 dewi yang berstana di dalam Pura Tap Sai, yaitu Ida Dewi Saraswati, Ida Dewi Sri dan Ida Dewi Laksmi. Ketiganya disebut dengan Bhatara Rambut Sedana atau Tri Upa Sedana atau tiga dewi pemberi kesuburan dan penganugerahan. Dalam manifestasinya, Bhatara Rambut Sedana menjelma menjadi Dewi Laksmi yaitu dewa dari sawah dan tegalan. Sementara dalam wujud dewi sandang, papan dan makanan, Bhatara Rambut Sedana bermanifestasi sebagai Dewi Sri.

search previous next tag category expand menu location phone mail time cart zoom edit close