DUA RAKSASA PENJAGA PINTU MASUK PURA DI BALI

Sebagai Simbol Penjaga Gerbang Istana Dua Raksasa Dwarapala

Kita melihat gambar dua penjaga Raksasa Dwarapala di depan istana dalam “Gunungan” wayang kulit. Demikian juga di kiri-kanan gerbang gedung megah sering terdapat sepasang arca raksasa memegang gada.

Dua raksasa yang bernama Jaya dan Vijaya tersebut juga diabadikan sebagai nama pegunungan di Papua sebagai penjaga pintu gerbang Indonesia di sebelah timur oleh Presiden pertama RI, Soekarno……

Mereka adalah penjaga gerbang setia di Vaikuntha, Istana Vishnu.

Dikisahkan Vishnu ingin suasana tak terganggu saat berdua dengan istrinya Lakshmi. Jaya dan Wijaya diinstruksikan untuk tidak mengizinkan semua pengunjung masuk istana.

Empat tamu, para putra Brahma telah mempunyai janji untuk bertemu dengan Vishnu, akan tetapi Jaya dan Wijaya menolak mereka masuk ke dalam istana. Ke empat tamu tersebut marah dan salah satunya Resi Sanaka memberi kutukan bahwa ke dua raksasa penjaga tersebut akan turun di dunia dan lahir dua belas kali sebagai musuh Vishnu, dewa yang selama ini menjadi pelindungnya.

Pada saat pertengkaran itu, Vishnu muncul di depan mereka. Bertobat atas kebodohan dan keangkuhan mereka, Jaya dan Vijaya memohon Vishnu untuk membebaskan mereka dari kutukan sang tamu. Vishnu mengatakan bahwa dia tidak bisa membatalkan kutukan, tapi bisa mengurangi intensitasnya. Dia memberi mereka dua pilihan: mereka bisa memilih opsi pertama untuk lahir di dunia sebanyak 7 (tujuh) kali sebagai bhakta, devoti Vishnu; atau opsi kedua untuk lahir di dunia sebanyak 3 (tiga) kali sebagai musuh bebuyutan Vishnu. Vishnu mengatakan kepada mereka bahwa setelah menjalani salah satu dari dua opsi tersebut, mereka akan bisa kembali ke Vaikuntha dan menduduki posisi semula sebagai Dwarapala.

Jaya dan Vijaya bahkan tidak bisa membayangkan berada jauh dari Vishnu selama tujuh kali kehidupan di dunia. Oleh karena itu, mereka memilih untuk menjadi musuh bebuyutan Vishnu selama tiga kali kelahiran. Dengan cara itu, mereka pikir mereka juga akan mampu mencapai moksa di tangan Vishnu yang mereka cintai.

Jalan yang biasa ditempuh manusia untuk “Menyatu dengan Gusti” adalah dengan cara berbuat kebaikan. Jalan yang ditempuh Jaya dan Vijaya adalah jalan pintas tercepat, setiap saat dalam kehidupan di dunia, mereka hanya berpikir tentang musuh mereka yaitu Vishnu, tak ada waktu senggangpun tanpa berpikir tentang Vishnu musuhnya. Pikiran, ucapan dan tindakan mereka hanya terfokus pada Vishnu, musuhnya di dunia dengan intensitas yang sangat tinggi. Onepointedness, ekagrata negatif….. itu sangat sulit…….. dan negatif atau positif itu adalah hasil pikiran kita, dan Dia Sang Misteri Agung di luar pemikiran kita…… bagi Dia siapa tahu yang penting justru intensitasnya?

Tiga kali kelahiran di dunia sebagai musuh Vishnu

Pada zaman Satya Yuga, Jaya dan Vijaya pertama kali lahir sebagai saudara kembar iblis, Hiranyaksha dan Hiranyakashipu. Hiranyaksha mati dibunuh Vishnu yang mewujud sebagai Varaha, babi hutan raksasa, sedangkan Hiranyakashipu dibunuh oleh Vishnu yang mewujud sebagai Narasimha, raksasa yang berkepala singa.

Pada zaman Treta Yuga, Jaya dan Vijaya kemudian mengambil kelahiran kedua sebagai Ravana dan Kumbakarna, yang terbunuh oleh Vishnu yang mewujud sebagai Sri Rama.

Akhirnya, di zaman Dwapara Yuga, Jaya dan Vijaya lahir sebagai Sisupala dan Dantavakra dibunuh oleh Vishnu yang mewujud sebagai Sri Krishna.

Sisupala dan Dantavakra tersenyum menjelang kematian mereka, terbunuh oleh senjata Chakra Sri Krishna. Seakan-akan mereka berkata, “Terima kasih Vasudeva, peranku di dunia telah selesai!” Pikiran mereka hanya terfokus pada Sri Krishna.

Intensitas perasaan dan ingatan terhadap Tuhan

“Saat Anda benar-benar mengingat seseorang, semua yang berada di sekeliling Anda bisa memberikan kenangan akan orang tersebut. Orang tersebut bisa jadi yang Anda cintai atau benci. Ini tak ada hubungannya dengan cinta dan benci; ini lebih kepada intensitas perasaan dan ingatan.”

“Para Sufi dan mistik para kekasih Tuhan, melihat wajah-Nya di mana-mana. Mereka mengingat Tuhan melalui cinta dan intensitas perasaan yang berperan di sini.”

“Bagaimana dengan mereka yang mengingat Tuhan dengan cara penyesalan dan kebencian mendalam? Mungkin, bahkan bagi orang-orang ini, mereka melihat juga wajah Tuhan di mana-mana. Sekali lagi, intensitas perasaan yang berperan di sini. Kalangan radikal yang membunuh atas nama Tuhan dan agama-Nya bisa jadi mengalami intensitas perasaan yang begitu hebat.”

“Intensitas, suatu hal mendasar yang hilang dalam kehidupan kita kini. Kita tidak menjalani kehidupan secara intens. Kita menjalaninya biasa-biasa saja. Karena itulah kita kurang bahagia. Intensitas dan kebahagiaan berjalan beriringan.”

search previous next tag category expand menu location phone mail time cart zoom edit close