I GUSTI ANGLURAH PANJI SAKTI

I GUSTI ANGLURAH PANJI SAKTI

Diceritakan setelah Pulau Bali berhasil ditaklukkan kerajaan Majapahit pada tahun 1343 maka kemudian Mahapatih Gajah Mada mengangkat Adipati berasal dari Jawa yang diberi gelar Dalem Ketut Kresna Kapakisan sebagai Raja Bali. Istana beliau berada di Samprangan, wilayah Gianyar sekarang, sebagai pusat pemerintahannya. Pada mulanya pemerintahan Dalem Samprangan mendapat reaksi dari masyarakat asli, Bali Mula, membuat Pulau Bali kurang aman.Untuk menjaga kestabilan dan keamanan pemerintahan, pada tahun 1352 Patih Gajah Mada mengangkat Sri Nararya Kapakisan berasal dari Jawa Timur sebagai Perdana Menteri sekaligus sebagai Penasehat Dalem.

I Gusti Ngurah Panji Sakti adalah salah satu putera dari Dalem Segening Sesuhunan Bali – Lombok VI, yang berkuasa di Swecapura Gelgel tahun 1580 – 1665 M. Ia beribu seorang sahaya, yang bernama Ni Luh Pasek, berasal dari desa Panji, Denbukit. Ketika ia masih dikandung, ibunya diserahkan oleh Dalem kepada Arya Ki Gusti Jelantik Bogol untuk diperisteri, sebagai penghargaan atas jasa-jasa terhadap kerajaan. Tetapi dengan syarat jangan ‘dicampuri’ sebelum anak itu lahir, dan agar dipersaudarakan dengan putera kandung Ki Gusti Jelantik Bogol.

Ki Gusti Ngurah Panji Sakti diperkirakan lahir tahun 1584 M. Masa kecilnya diberi nama Ki Barak Panji. Sejak kecil sudah menunjukkan tanda-tanda kebesaran. Dari kepalanya keluar sinar suci menandakan prabawanya. Hal ini menimbulkan kekuatiran Sri Aji Dalem akan tahta kerajaan. Itulah sebabnya sewaktu Ki Barak Panji berumur sekitar 12 tahun diperintahkan untuk pergi meninggalkan Suwecapura, tinggal di desa asal ibunya, desa Panji, Den Bukit.
Ki Barak Panji berangkat ke desa Panji dengan dibekali pusaka keris Ki Semang, tombak Ki Tunjung Tutur atau Ki Pangkajatatwa. Rombongan perjalanan yang berjumlah 40 orang dipimpin oleh Ki Dumpyung dan Ki Dosot. Ki Barak Panji pamitan di desa Jarantik, kemudian meneruskan ke desa Samprangan, desa Kawisunya (wilayah Bandana), Danau Pabaratan (Beratan), istirahat makan di bukit Watusaga (Batumejan) wilayah Den Bukit. Sewaktu makan ketupat nasi, mereka kekurangan air maka ditancapkanlah tombak Pangkajatatwa, hingga keluar air bersih untuk diminum. Daerah tempat keluarnya air tersebut selanjutnya diberi nama Banyu Anaman atau Toya Ketipat nama lainnya.

Pada sore hari rombongan berada di atas danau Bubuyan (Buyan), tiba-tiba muncul sosok manusia gaib yang kemudian diberi nama Ki Panji Landung. Ki Panji Landung mencegat Ki Barak Panji dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Ki Barak Panji disuruh melihat arah Utara (samudra luas), Timur (gunung Toya Anyar/Tianyar), Barat (gunung Banger), dan arah Selatan. Kelak daerah yang dilihatnya itu menjadi kekuasaannya.

Sesampainya di desa Panji para pengiring kembali ke Suwecapura kecuali Ki Dumpyung dan Ki Dosot yang sangat setia. Penguasa daerah Panji bernama Ki Pungakan Gendis sangat tamak ditakuti rakyat. Dari angkasa Ki Barak Panji mendengar sabda sebagai petunjuk untuk membunuh Ki Pungakan Gendis. Ki Barak Panji naik ke atas pohon Leca, kemudian di bawah dilihat Ki Pungakan Gendis baru pulang dari sabung ayam. Ki Barak Panji turun mencegat seraya mengacungkan keris pusaka Dalem, Ki Semang. Seketika itu Ki Pungakan Gendis meninggal kaku di atas kuda. Penggantinya untuk sementara ditugaskan Ki Bendesa Gendis untuk memerintah desa Gendis.

Ki Barak Panji sempat menolong perahu terdampar di Pantai Penimbangan (dekat Pura Segara Panji sekarang). Pemilik perahu orang Cina bernama Ki Dompu Awwang (San Po Kong) menjanjikan memberi hadiah semua isi perahu kepada yang mampu menarik perahu tersebut. Dengan keris pusaka pemberian Dalem Ki Barak Panji berhasil menyelamatkan perahu itu. Sejak itu Ki Barak Panji menjadi kaya.

Setelah menginjak usia 20 tahun Ki Barak Panji dinobatkan sebagai penguasa desa Panji dengan nama Ki Gusti Ngurah Panji. Berkat karisma dan kewibawaannya, berbondong-bondong orang datang dari lain desa. selanjutnya tinggal di desa Panji. Dari timur: sungai We Nirmala, sampai ujung desa Toya Anyar. Kyayi Alit Manala dari Kubwan Dalem tunduk dan mengabdikan diri. Dari Barat: sungai We Kulwan Kyayi Sasangkadri yang beristana di Tebu Salak tunduk menyerahkan diri. Kekuasaan Ki Gusti Ngurah Panji semakin meluas. Ia memindahkan istana ke desa Sangket, Sukasada. Sejak saat itu bergelar Ki Gusti Ngurah Panji Sakti.

Ki Gusti Ngurah Panji Sakti meminta Ida Pedanda Kumenuh menjadi Bhagawanta. Sebutan di masyarakat Ida Pedanda Sakti Ngurah. Brahmana ini memiliki ilmu yang luhur, yaitu ilmu Pasupati. Sang Pendeta semula dari Ler Adri menetap di desa Tarupinge (Kayu Putih sekarang), kemudian setelah dijadikan pendeta kerajaan, diberi kedudukan di desa Banjar Ambengan, rakyat 3000 orang, sebatas barat sungai Bukbuk. Sang Brahmana sangat ahli membuat keris, hingga dikenal keris buatan Banjar. Ki Gusti Ngurah Panji Sakti juga memberikan Pendeta kediaman yang beri nama Griya Romarsana. Di tempat inilah kedua tokoh ini mengikat janji, mengingat sewaktu di Yawadwipa leluhur mereka bersaudara. Itulah sebabnya daerahnya ini disebut desa Sangket.

Kembali diceritakan, Ki Gusti Ngurah Panji Sakti, amat tenteram hati beliau raja, ada terbetik dalam hati, bersiap untuk menyerang menuju daerah Brambangan, daerah Yawadwipa, sebab beliau ingat akan anugerah Ki Panji Landung, pada saat dulu, lalu beliau membuat akal-upaya selengkapnya, seluruh prajurit pemberani dipanggil, yang sudah sering menyerang musuh, semuanya prajurit yang perwira sebagai pimpinan, dua puluh jumlahnya, sama-sama keturunan pemberani, diajak bermain gagak-gagakan, oleh baginda Raja Panji Sakti, dan mereka semua bergilir menjadi burung gagak, ditanya oleh baginda Raja, “Gagak apa yang kamu harapkan?” Si gagak kemudian menjawab, ada yang meminta makanan, minuman, anak gadis, mas permata, busana, serta manikam, bermacam-macam permintaannya masing-masing, semua sudah dipenuhi permintaan goak itu, sama-sama senang hati gagak itu menikmati makanan dan minuman, sandang, pakaian dan pangan, tidak jemu-jemu sama-sama memenuhi keinginan, setelah demikian, selanjutnya beliau Raja menjadi gagak, ditanya oleh para patih semua, “Gagak apa keinginanmu?”, Si gagak lalu menjawab, “gagak, goak, gak, keinginanku menundukkan Brambangan”, semua prajurit bersorak, sebab penuh sesak para prajurit yang menonton. Setelah selesai, bersiap-siap mengatur para prajurit itu, penuh dengan persiapan, beserta perahu sudah banyak disiapkan, sudah siap ditambatkan tinggal menunggu komando baginda Raja, berayun-ayun dalam samudera sampai ke sungai pelepasan.

Pada saat hari yang baik, yang disarankan oleh Sri Bagawanta, beliau Sri Bupati berangkat, dengan menaiki perahu, diiring oleh rakyatnya banyak, adapun jalur yang dilalui perahu itu, menuju Candi Gading daerah pinggiran pantai Tirta Arum, selanjutnya menyerang ke daerah Banger, disergap oleh Dalem Brambangan, luar biasa ramainya pertempuran itu, jenazah bagaikan gunung, berlautan darah, di medan pertempuran, selanjutnya beliau bertemu dengan Dalem Brambangan, yang berada di tengah medan laga, selanjutnya satu demi satu mengadu kekuatan di medan laga, sama-sama ikhlas berani dan tangkas bertarung, entah berapa lama perang itu berlangsung, lalu terjebak Dalem Brambangan , dadanya ditikam oleh beliau Sri Panji Sakti, dengan keris Ki Semang, lalu beliau Dalem Brambangan terjerembab, selanjutnya menghembuskan nafasnya yang terakhir, akhirnya kekuasaan Brambangan jatuh menjadi tunduk, semuanya tunduk memohon supaya tetap hidup.

Didengarlah oleh Baginda Raja Solo, akan kehebatan Sri Panji Sakti, lalu beliau menjalin persahabatan berdua, selanjutnya beliau Sri Panji Sakti diberi gajah tunggangan, setelah semuanya selesai, Sri Panji Sakti kembali pulang ke Bali, dengan membawa panji-panji hasil rampasan, segala macam yang utama, akan tetapi ada yang disakitkan dalam hati, sebab anaknya yang masih muda, yang bernama Ngurah Panji Nyoman, Danudresta nama lainnya, sudah gugur dalam medan pertempuran di Brambangan, tak lama berduka cita kemudian beliau kembali sukacita, seperti keadaan semula, sebab dihibur oleh Sri Maha Rsi Bagawanta, Pedanda Sakti Ngurah. Demikian kehebatan beliau Sri Panji Sakti terdengar

Diceritakan Sri Panji Sakti, merintis membangun kota (pura), di pategalan daerah Balalak, tempat orang menanam Buleleng, ada dijumpai di sana, ibu leleng, banyak orang-orang yang tinggal di sana, tempat tanah lapang itu, di bagian utara wilayah Sukasada, setelah menjadi besar tempat kota itu, banyak orang berbondong-bondong pergi pindah ke sana, akhirnya penuh dengan rumah tempat tinggal, selanjutnya diberi nama Kota Buleleng, dan istana tempat tinggal baginda raja, diberi nama Singaraja, sebab jelas bagaikan singa keberanian baginda Raja, serta gajah beliau yang bagaikan gajah Nirwana, dibuatkan kandang di bagian utara kota, itulah sebabnya bernama Petak desa itu, dan yang menggembalakan gajah, adalah tiga orang dari Jawa, pemberian raja Solo, dua orang bertempat di daerah bagian utara Petak, itu selanjutnya bernama Kampung Jawa, serta yang seorang lagi, bertempat di Lingga dekat dengan pesisir Toya Mala, sebab asalnya dari Prabulingga Yawadwipa, di antara desa Petak dan desa (Kampung) Jawa, bernama desa Paguyangan, sebab tempat gajah beliau berguling-gulingan digembalakan di sana, demikianlah ceritanya dahulu.

Setelah lama-kelamaan, orang Jawa di Kampung Jawa, mengembangkan keturunan, kemudian dibagi atas perintah baginda Raja, ditempatkan di hutan Pagatepan, selanjutnya juga diberi nama Pagayaman, sebagai penjaga benteng di daerah pegunungan.

search previous next tag category expand menu location phone mail time cart zoom edit close