PURA PRAPAT NUNGGAL

PURA PRAPAT NUNGGAL

Pura Prapat Nunggal adalah salah satu dari Pura Khayangan jagad menurut lokasi, kebetulan lokasi dari Pura ini adalah di Denpasar , jadi bisa di sebut Pura Prapat Nunggal adalah salah satu Pura Khayangan Jagad di Kota Denpasar.

Sesuai arti harafiahnya, Pura Kahyangan Jagat adalah pura yang universal. Seluruh umat ciptaan Tuhan sejagat boleh bersembahyang ke sana. Pura Kahyangan Jagat tersebar di seluruh dunia. Di Bali karena berkaitan dengan sejarah yang berusia panjang, Pura Kahyangan Jagat digolong-golongkan dengan beberapa kerangka (konsepsi). Misalnya kerangka Rwa Bineda, kerangka Catur Loka Pala dan sebagainya.

Umumnya, yang kita sebut dengan jagat, sesuai dengan pengertian leluhur kita adalah Bali. Padahal kini kebanyakan dari kita berpandangan jagat adalah dunia, bahkan ada yang langsung berasumsi bahwa jagat adalah kawasan semesta, lengkap dengan seluruh konstelasi bintang, nebula, komet sampai lubang hitam.

Marilah kita mulai berpikir lebih luas. Bayangkan bahwa Kahyangan Jagat dalam Hindu nanti akan mencakup pura Mandara Giri Semeru Agung di Senduro, Pura Luhur Poten di Bromo, Pura Jagatkerta Gunung Salak di Tamansari, Pura Payongan Agung Kutai di Kalimantan, bahkan Pura Agung Santi Buana di Belgia.

Mungkin tidak lama lagi kita akan punya Pura Kahyangan Jagat di tiap benua, bahkan tiap negara, bahkan mungkin di antartika sekali pun. Sebenarnya leluhur kita juga sudah berpikir ke arah sana, karena itu Beliau tidak menamai konsep mereka dengan Kahyangan Bali atau Kahyangan Jawa atau lainnya. Kita inilah yang harus terus mengembangkan diri baik dari sisi sekala mau pun niskala.

Walaupun letak geografis dari Pura ini di Denpasar , tidak menutup kemungkinan hampir seluruh umat yang ada di belahan bumi ini khusus nya di Indonesia sudah pernah pedek tangkil (berkunjung sembahyang) saat Pujawali () atau hari hari Purnama (bulan terang -full moon) atau hari Tilem (bulan gelap) , hari Kajeng Kliwon biasanya ada pemedek atau semeton yang melaksanakan upacara Pengulakatan atau pembersihan diri dari segala unsur tidak baik atau leteh yang melekat di badan kita.

Asal Mula Sejarah Berdirinya / Babad Pura Prapat Nunggal.

Masyarakat Desa Suwung Kauh berupa ceita Ratu Betari Niang Sakti. Masyarakat setempat percaya akan wujud Ratu Betari Niang Sakti sebagai nenek yang menguasai kawasan mangrove. Pohon-pohon mangrove memiliki akar yang besar bagai kaki-kaki serdadu yang turut mengiringi Ratu Betari Niang Sakti.

Cerita kehidupan makhluk halus di hutan mangrove Desa Suwung Kauh bermula ketika Danghyang Nirartha datang ke Bali. Jro Mangku Gde Ketut Soebandi, penulis Babad Warga Brahmana: Pandita Sakti Wawu Rawuh menyebutkan Danghyang Nirartha adalah seorang tokoh suci Hindu yang dikenal dengan gelar Padanda Sakti Wawu Rawuh. Danghyang Nirartha bersama anak istrinya mengungsi ke Bali karena masuknya agama Islam ke Kerajaan Majapahit.

Perjalanan Danghyang Nirartha ke arah timur banyak mengalami peristiwa gaib. Danghyang Nirartha tiba-tiba bertemu dengan seekor naga yang mulutnya menganga bagaikan goa. Danghyang Nirartha masuk ke mulut naga dan menemui telaga berisi bunga teratai yang sedang mekar di dalamnya. Bunga teratai itu berwarna hitam, merah dan putih. Danghyang Nirartha pun memetik bunga teratai yang ada di telaga.

Ketika Danghyang Nirartha keluar dari perut naga dengan mengucapkan mantra ayu wredhi. Tiba-tiba naga tersebut menghilang tanpa bekas. Wajah Danghyang Nirartha berubah-ubah dan menyeramkan, terkadang merah, hitam dan putih silih berganti. Hal ini menyebabkan anak istrinya lari tunggang langgang dan masuk ke dalam hutan tanpa tujuan dan tercerai-berai.

Danghyang Nirartha terkejut karena tidak menemukan anak istrinya. Dengan perasaan cemas, Danghyang Nirartha mencari anak istrinya ke dalam hutan dan hari pun mulai gelap. Danghyang Nirartha pertama kali menemukan istrinya seorang diri di dalam hutan. Istrinya menjelaskan peristiwa menakutkan yang telah membuat ia dan anak-anaknya lari ke dalam hutan.

Setelah berkumpul kembali dengan anak istrinya, Danghyang Nirartha melanjutkan perjalanan ke arah timur. Ketika dalam perjalanan, salah satu anak Danghyang Nirartha bernama Ida Rai Istri menghilang di sebuah hutan yang sepi bernama Suwung. Ida Rai Istri diberi gelar Batari Lingsir atau Batari Ratu Niang Sakti dan berstana di Pura Tanah Kilap atau Candi Narmada, Desa Suwung.

Di sekitar Pura Tanah Kilap terdapat hutan mangrove yang luas. Dikisahkan Batari Ratu Niang Sakti mempunyai prajurit-prajurit yang menjaga hutan mangrove. Masyarakat Desa Suwung meyakini keberadaan prajurit Batari Ratu Niang Sakti sebagai penjaga hutan mangrove, sehingga mereka pantang untuk melakukan perbuatan tercela yang akan membuat hutan mangrove menjadi rusak.

Cerita Ratu Betari Niang Sakti menyebabkan hutan mangrove begitu sakral sekaligus melahirkan pantangan-pantangan. Adapun pantangan-pantangan ketika berada di dalam hutan mangrove, di antaranya tidak boleh berkata kasar, tidak boleh merusak hutan, serta tidak boleh mengambil sumber daya alam berlebihan dari dalam hutan. Pantangan ini berlaku dengan maksud menjaga perasaan Ratu Niang Sakti. Tapi, sebenarnya ada kearifan ekologi yang tersimpan di balik pantangan-pantangan itu.
Cerita mistis dari seotang nelayan ketika mencari ikan dan kepiting dll di sebelah utara lokasi pura tersebut melihat gundukan sebidang tanah di hutan mangrove benoa lalu melihat ada gundukan tanah yang kosong tidak ditumbuhi pohon ditengah hutan mangrove lalu nelayan tersebut menancapkan galah utk tempat hasil ikan,kepiting dll tetapi selalu gagal. Kemudian terjadi fenomena gaib. Konon, Ida Batari Ratu Niang menunjukkan dirinya sebagai sosok wanita tua di hadapan nelayan tersebut saat itu. Sosok wanita tua itu lalu menyampaikan pesan agar dirinya segera dibuatkan ‘rumah’ ( palinggih atau pura). Hal tersebut kemudian diceritakan kepada tokoh adat Suwung dan mengadakan paruman yang juga dihadiri tokoh Parisada Hindu Bali, sehingga disepakati pembangunan palinggih di tanah gundukkan didalam hutan mangrove tersebut.

Palinggih awal yang didirikan hanya berupa Padmasari dan Piyasan, berdiri di atas tanah yang awalnya 1,5 are, dan kini sudah dikembangkan hingga mencapai 2,5 are. Pada saat sebelum didirikan pelinggih Padmasari untuk sementara
didirikan turus lumbung sebagai tempat pemujaan sementara namun tidak beberapa lama roboh kembali sehingga akhirnya diadakanlah upacara menghaturkan banten bendu piduka dan memperoleh petunjuk dari Ida Batari Ratu Niang agar dibangun pura di lokasi tersebut.
Atas gotong royong masyarakat sekitarnya dibangunlah pura sangat sederhana dan atas kharisma pura tersebut menarik para tokoh masyarakat baik dari Bali,Lombok dan Jawa untuk mepunia membangun pura seperti saat ini.

Ida Betara Sane Melinggih ring Pura Prapat Nunggal
– Ida Betara Segara
– Ida Betara Lingsir
– Ida Betari Niang
– Ida Betara Ratu Gede Mecaling

Pujawali Pura Prapat Nunggal ring Tilem sasih ketiga.

Pengempon pura masih kosong yang sudah dari beberapa masyarakat desa seluruh Bali dan biaya piodalam hasil dari dana punia pemedek yang nangkil.
Akhir akhir ini sudah mendapat perhatian dari bapak walikota Denpasar IB Rai Mantra dan sudah melakukan renovasi perbaikan dan penambaham bangunan di pura tersebut.

Semoga dapat bermafaat untuk semeton. Jika terdapat penjelasan yang kurang lengkap atau kurang tepat. Mohon dikoreksi bersama. Suksma…

search previous next tag category expand menu location phone mail time cart zoom edit close