PURA MENGENING

PURA MENGENING

Tempat ”Melukat” agar Terhindar dari ”Mala”

Pura Mengening sudah ditemukan pada abad ke 11 silam, keberadaan nya sudah ada sejak zaman kerajaan Masula Masuli yang dipimpin oleh Pejeng. Jadi bisa dibilang bahwa bangunan pura ini tergolong bangunan yang sangat kuno namun tetap terawatt sampai saat ini. bangunan yang sudah kuno ini harus tetap dijaga agar nilai luhur nya tidak luntur dan tidak dimakan perkembangan zaman. Penemuan pura ini memang tidak diketahui kapan, hal inilah yang membuat pemerintah daerah Provinsi Bali meresmikannya sebagai warisan cagar budaya yang harus dijaga kelestariannya.

Pura yang diempon 48 krama Saraseda ini juga dijadikan status cagar budaya oleh Pemprop Bali berdasarkan UU No.5/1985. Dipilihnya Pura Mengening menjadi salah satu situs cagar budaya dari sekian pura yang ada di Gianyar ini berawal dari ditemukannya sebuah gundukan yang menyerupai bukit di areal Pura Mengening. Bagaimana sejarah pura itu dan bagaimana pula makna bangunan peninggalan sejarah itu?

Masyarakat setempat memaknai gundukan itu sebagai pelinggih Prasada Agung. Dari penelitian Balai Arkeologi diinventarisasikan bahwa gundukan itu berbentuk kotak yang di bawahnya berisi sembilan lubang. Dengan penggalian yang dilakukan terus dari pihak peneliti akhirnya dalam lubang itu sendiri ditemukan sebuah arca dengan bentuk Lingga-Yoni.

Atas penemuan gundukan ini, masyarakat Sareseda sendiri sempat berseteru. Perbedaan pendapat itu bermula dari pembongkaran gundukan untuk dibuatkan pelinggih berupa meru. Sebagian masyarakat meginginkan tingkatan meru yang dibuat untuk pelinggih Batara Pura Mengening berbeda-beda jumlahnya. Hingga peneliti dari Balai Akeologi membandingkan gundukan yang terdapat di Pura Mengening ini dengan gundukan Gedong Songo yang ada di Jawa.

Perseteruan warga akhiranya selesai tatkala kantor Purbakala dengan berbagai pertimbangan termasuk dengan keberadaan pura yang telah ada sejak memasuki abad ke-11. Tempat suci yang dibangun untuk memuja beliau ini dibuatkan Meru Tumpang Tiga, yang bertempat di utama mandala. Hingga kini pelinggih Batara Pura Mengening yang disebut dengan Pelinggih Prasada Agung ini berupa Meru Tumpang Telu (tingkatan tiga).

Sementara mengenai konsep Pura Mengening sendiri, terbagi dalam tri mandala. Di antaranya, Pura Mengening terdiri atas nista mandala, madya mandala, dan utama mandala. Di areal Nista Mandala Pura Mengening ini sendiri terdapat sebuah Taman dengan Pancakatirtha. Taman ini sendiri merupakan tempat penyucian Ida Batara yang berstana di Pura Mengening. Selain itu di beberapa tempat juga terdapat beberapa pemijilan tirtha-tirtha yang biasa diambil oleh masyarakat untuk keperluan yadnya.

Untuk pemijilan tirtha-tirtha yang ada di areal nista mandala ini, menurut Bendesa Pakraman Sareseda Wayan Candra meliputi tirta keben, tirtha Sudamala, tirtha Melela, tirtha Soka, tirtha Megelung, tirtha Tunggang dan tirtha Telaga waja. Sedangkan untuk pemijilan tirtha di areal Taman Pancakatirtha meliputi tirtha Parisuda, tirtha Pengelukatan, tirtha Pengulapan, tirtha Keris dan tirtha Kamaning.

Bagi masyarakat yang ingin matirtha di pemijilan ini tidak diperkenankan untuk melakukan penjaya-jayaan lagi terhadap tirtha tersebut. Baik itu mereka dari kalangan Brahmana yang sudah walaka maupun meraga putus tidak diperkenankan. Berdasarkan kepercayaan, hal ini dilakukan untuk mencegah agar tirtha yang keluar dari dalam perut bumi sendiri menjadi surut dan menghilang.

Sementara itu, untuk di Madya Mandala sendiri terdapat beberapa bangunan seperti Bale Gong, Bale Kulkul, Bale Pegambahan dan Bale Pegat. Sedangkan di Utama Mandala terdapat beberpa pelinggih di antaranya Gedong Meru Tumpang Tiga yang merupakan tempat istana dari Ida Batara Prasada Agung, Gedong yang merupakan pelinggih Batara Gunung Kawi, Gedong Limas, pelinggih Batara Tirta Empul, Pemaruman, Bale Saka Ulu, pelinggih Batara Siwa, Bale Paselang, Bale Pecanangan dan Bale Penganteb.

Keberadaan Kahyangan Jagat Pura Mengening ini masih belum jelas. Bahkan, dalam Purana Pura Mengening Desa Tampaksiring tidak dicantumkan dengann jelas waktu dibangun pura tersebut. Menurut penuturan Wayan Candra yang didampingi oleh prajuru desa lainnya dan pemangku pura, keberadaan Pura Mengening ini sudah ada sejak Raja Masula-Masuli memerintah di Pejeng.

Raja Masula-Masuli ini sendiri mempunyai kisah tersendiri hingga sampai di Pejeng. Masula-Masuli sebelaumnya bernama I Sula dan I Suli. Keduanya ini adalah pasangan laki dan perempuan yang lahir dari troktokan nyuh gading di kawasan Besakih. I Sula dan I Suli kemudian diajak oleh I Sangkul Putih. Keberadaan I Sula dan I Suli ini membuat semua dewa-fewi turun kabeh untuk menyaksikan kedua anak tersebut. Bahkan, Dewi Bhyahpara dan Dewi Danu akhirnya meminta kepada Batara Jagatnatha agar Dukuh Sangkul Putih membawa I Sula dan I Suli ke Pejeng. Sampai di Pejeng oleh Sinuhun dibuatkan sebuah gelar Masula-Masuli. Nama ini diberikan berkaitan dengan kelahiran beliau yang lahir buncing (kembar).

Pada masa pemerintahan Raja Masula-Masuli ini sendiri Pura Mengening ini hanya dilakukan beberapa perbaikan saja. Dengan menunjuk seorang arsitektur yang memang mengetahui konsep pura dan bangunan dengan konsep Hindu sebagaimana dianjurkan oleh Bhagawan Wiswa Karma. Raja Masula-Masuli menunjuk Empu Kuturan untuk melakukan perbaikan terhadap beberapa bangunan yang ada di Pura Mengening. Selain itu dalam pemerintahan Raja Masula-Masuli ditegaskan kembali nama yang berstana di pelinggih Prasada Agung ini dengan sebutan Ida Batara Hyang Maha Suci Nirmala.

Kesan Alami
Letak pura mengening ini tepatnya di desa Saraseda, Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, sebelah utara wisata tirta Empul. Meskipun hanya sekedar pura tapi ternyata tempat ini mampu menarik perhatian wisatawan dan membuatnya menjadi salah satu tujuan tour favorit yang ada di Bali. alasan mengapa tempat ini dinamakan pura mengening adalah karena lingkungan yang ada di sini teramat sejuk dan hening. Jadi secara langsung masyarakat menyetujui pura ini dinamakan mengening.

Bagi Anda yang datang dari arah kota Denpasar mungkin membutuhkan waktu sekitar 60 menit untuk dapat sampai disini.
Suasana di Pura Mengening yang berdekatan dengan Pura Tirta Empul sebelah utaranya, sebelah timur Pura Puncak Tegal dan Pura Merta Sari, sebelah selatan Pura Gunung Kawi dan sebelah barat Pura Penataran Saresidi dan Pura Sakenan Tampaksiring ini sangat kental dengan nuansa alami. Pura yang terletak di dataran rendah ini dengan jalan setapak berundak-undak yang dibeton sepanjang 50 meter mempunyai hawa ritual yang mendalam.

Di dekat areal Pura Mengening sendiri terdapat suatu permandian yang biasa digunakan oleh masyarakat untuk melakukan pangelukatan. Menjelang hari raya tempat ini sangat penuh dengan warga yang ingin melukat, sehingga terhindar dari segala jenis mala.

Masyarakat pengempon Pura Mengening yang sangat menjaga keseimbangan niskala dan sekala ini baru saja melakukan sebuah ritual Musaba Purwaning Kasa. Sedangkan untuk piodalan di Pura Mengening ini jatuh setiap Soma Pon Sintha atau yang dikenal dengan rerahinan Soma Ribek.

search previous next tag category expand menu location phone mail time cart zoom edit close