PURA CAMPUHAN WINDU SEGARA

PURA CAMPUHAN WINDU SEGARA

Sebagai pulau seribu pura, tentunya Bali memiliki banyak pura dengan fungsi yang berbeda-beda, termasuk tujuan mereka yang bersembahyang dengan berbagai jenis keinginan atau maksud untuk memohon anugerah dari Sang Pencipta. Seperti salah satunya adalah Pura Campuhan Windhu Segara, pura ini dikenal sebagai tempat atau genah melukat (meruwat) di Bali, dipercaya untuk membersihkan diri secara rohani dan tentunya memohon anugerah keselamatan dan juga kesembuhan dari berbagai penyakit yang ada dalam tubuh manusia.

Pura Campuhan Windhu Segara termasuk salah satu pura yang cukup populer di Bali sebagai tempat melukat, tidak hanya pada saat hari raya suci seperti Kajeng Kliwon, Purnama, Tilem dan Banyupinaruh, tetapi juga saat liburan seperti liburan hari raya dan hari Minggu banyak warga yang datang dengan tujuan melukat dan bersembahyang. Walaupun keberadaan pura ini tergolong cukup baru, dan mulai dibangun tanggal 7 Juli 2005 namun tempat atau genah melukat ini begitu cepat populer.

Seperti pada umumnya, Pura Campuhan terletak di pinggir pantai, karena campuhan sendiri berarti juga campuran dan dalam hal ini adalah campuran atau pertemuan antara air laut dan sungai, dan begitu juga dengan Pura Campuhan Windhu Segara lokasinya merupakan pertemuan antara air laut di Padang Galak dan air tawar yang mengalir dari aliran sungai Ayung yang populer dengan atraksi rafting atau arung jeram.

Dibandingkan dengan sejumlah pura di Bali yang sudah berumur ratusan bahkan ribuan tahun silam, Pura Campuhan Windhu Segara tergolong cukup baru, pura ini berawal dari kisah dari seorang pemangku yang bernama Jro Mangku Gede Alit Adnyana, yang mana beliau sempat menderita panyakit gagal ginjal, setelah kemana-mana berobat dan tidak kunjung sembuh, beliau sempat putus asa dan pasrah.

Di saat putus asa tersebut Jro Mangku mendapatkan petunjuk secara niskala, beliau menemukan sebatang kayu di pinggir pantai Padang Galak, dan kayu tersebut mengeluarkan asap, beliau yakin api tersebut pertanda akan kebesaran Tuhan, beliau akhirnya juga mendapat pewisik untuk membangun parahyangan Ida Bhatara di kawasan ditemukan kayu tersebut, beliau menyanggupi dan beliaupun sembuh sedia kala, tempat ditemukan kayu tersebut sebagai tegak (tempat) mendirikan pelinggih, walaupun hanya berlantai pasir laut.

Cerita yang berbau magis tersebut sangat unik dan menarik, akhirnya keberadaan pura tersebut juga mendapat dukungan oleh masyarakat di Padanggalak, pada tanggal 7 Juli 2005 mulai dibangun. Dukungan dari berbagai pihak mengalir, tidak hanya umat Hindu saja yang berpartisipasi, termasuk juga umat agama lain seperti umat Islam, Budha dan Kristen turut memberikan sumbangan, ini merupakan wujud tolerenasi beragama yang kental di Bali, sehingga pembangunan pura tersebut menjadi terwujud dan kita temukan sekarang sudah berdiri cantik di pinggir pantai Padang Galak.

Jro Mangku Gede Alit sendiri pada tanggal 7 Juli 2014, pergi ke hutan selama 108 hari untuk melakukan tapa, brata, yoga dan semadi. Beliau sekarang bergelar sebagai Maha Guru, nama beliau berubah menjadi Mahaguru Altreya Narayana, gelar maha guru diberikan pada rohaniawan yang menemukan pura, seperti halnya Pura Campuhan Windhu Segara ini digagas dan ditemukan oleh Mahaguru Altreya Narayana.

Pura Campuhan Windhu Segara ini akhirnya dibuatkan prasasti, berisi tanggal berdirinya pura 7 Juli 2005 oleh Mahaguru Altreya Narayana sekaligus sebagai Pengawit, dan diresmikan tanggal 9 September 2016 oleh Gubernur Bali Imade Mangku Pastika dan diketahui juga oleh Ida Dalem Semaraputra sebagai wakil dari Puri Klungkung. Adapun sejumlah pelinggih yang ada di kawasan Pura Campuhan Windu Segara diantaranya Pelinggih Betara Wisnu, Padmasana, Rambut Sedana, Kanjeng Ratu, Dewi Kwam In, Pusering Jagat, Penglukatan, Ratu Bagus Padang Galak, Ratu Manik Segara, Ratu Gede Dalem Ped, Siwa Budha, Taksu Agung, Hyang Baruna, Tajuk Kiwa dan Tengen.

Selain pujawali ataupun piodalan di Pura Campuhan Windhu Segara, dilakukan juga beberapa upacara unik seperti mesakapan pasih untuk merayakan pertemuan antara air laut dan air sungai, selain itu juga ada upacara metatah seperti halnya upacara yang dilakukan kepada manusia.

Ada beberapa sarana yang diperlukan saat anda ingin bersembahyang dan melukat di Pura Campuhan Windhu Segara, pertama adalah banten pejati, minimal satu buah pejati di tempat penglukatan Ida Bhatara Wisnu dan satu buah bungkak (kelapa gading), kalau bawa banten pejati lebih (setidaknya canangsari) untuk di tempat melukat berikutnya yaitu di Pura Beji dan penataran utama pura.

Kelapa gading biasanya sudah dijual di lokasi dan sudah dibuka (kasturi), tetapi agar lebih aman dan khwatirnya habis, maka bungkak nyuh gading tersebut bisa dibawa dari rumah dan siapkan pisau untuk membukanya.

Adapun urutan, tata cara melukat dan persembahyangan di Pura Campuhan Windhu Segara

Penglukatan di tempat pemujaan Ida Sang Hyang Wisnu dengan sarana Pejati dan Nyuh Gading, pemedek akan dilukat (diruwat) oleh jro mangku dengan guyuran air suci, kemudian dilanjutkan melukat dengan bungkak kelapa (nyuh) gading.
Penglukatan berikutnya di pantai Padang Galak, tepatnya di lokasi Campuhan atau tempat bertemunya air laut dangan air sungai.
Penglukatan di pura Beji, disini ada 3 tahap penglukatan yaitu di Tirta Darmada, Tirta Dewi Gangga dan Tirta Linggam, selesai melukat anda melakukan persembahyangan di natar (halaman) pura Beji.
Setelah proses melukat di Pura Beji dan melakukan persembahyangan di natar pura beji, anda bisa ganti pakaian memakai pakaian kering, tetapi anda masih bisa memakai pakaian basah tersebut, untuk melanjutkan persembahyangan di natar utama Pura Campuhan Windhu Segara.

Setelah selesai melakukan persembahyangan di pelinggih utama Pura Campuhan Windhu Segara, masih di lokasi yang anda bisa melakukan persembahyangan di pelinggih Kanjeng Ratu di sebelah Selatan (kanan) pelinggih utama.

Selesai melukat dan persembahyangan di Pura Campuhan Windhu Segara, jika anda mau ada sebuah pelinggih di sebelah Barat parkir kendaraan, yaitu pelinggih Ratu Niang, anda bisa melanjutkan persembahyangan ke pura tersebut.

Untuk mengakses tempat ini juga cukup mudah, dari perempatan by pass Ngurah Rai Sanur – Waribang, anda menuju jalan pantai Padang Galak (bekas Taman Bali Festival), sampai di ujung jalan maka ketemu pantai Padang Galak Sanur, yang masih merupakan wilayah desa Kesiman, Denpasar Timur, dari pantai inilah belok kiri sekitar 300 meter anda akan tiba di lokasi. Di kawasan ini setidaknya ada 3 buah komplek pura, yang pertama adalah pura Pura Segara Taman Ayung, Pura Campuhan Windhu Segara dan Pelinggih Ratu Niang di sebelah Barat.

Areal parkir cukup luas bisa menampung puluhan mobil dan ratusan kendaraan. Jika anda datang pada saat liburan dan kebetulan hari raya, apalagi saat Banyupinaruh, maka anda butuh kesabaran untuk antre saat melakukan penglukatan.

search previous next tag category expand menu location phone mail time cart zoom edit close