PURA MUSEN

PURA MUSEN

Sungai Petanu juga menjadi saksi sejarah kedatangan Danghyang Nirartha ke Gianyar, Bali, pada abad ke XVI atau sekitar tahun 1537.
Danghyang Nirarta sempat menjadikan aliran Sungai Petanu sebagai aksesnya mengelilingi daerah Gianyar.
Dari perjalanannya, banyak tempat-tempat suci yang berada di sepanjang aliran Sungai Petanu didirikan oleh Dhanyang Nirarta.
Satu di antaranya adalah Pura Musen.
Pura Musen terletak di perbatasan barat Banjar Blangsinga, Desa Saba, Blahbatuh, Gianyar.

Keberadaan Pura Musen ini memang berkaitan erat dengan Ida (Ida Pedanda Sakti Wawu Rauh). Termasuk mengenai keberadaan Batu Pajenengan yang diyakini sebagai tempat untuk melakukan upacara petik rambut (potong rambut) bagi bayi.

Sejarah keneradaan Pura Musen bermula ketika kedatangan Danghyang Nirartha ke Sukawati. Nah dalam perjalanannya itu, dikisahkan terlepaslah kuda beliau, dan lari ke beberapa daerah di wilayah Sukawati. Bahkan, di beberapa tempat dalam pengejaran kuda tersebut, daerah-daerah itu juga langsung diberikan nama oleh Danghyang Nirartha. Hingga pada akhirnya saat kuda tersebut berhasil ditemukan, Danghyang Nirartha menyempatkan diri untuk masiram (mandi) di sebuah goa, yang di dalamnya terdapat air. “Tempat itulah yang sekarang terlihat ada Pura Musen, dan juga Pura Taman,, ketika Danghyang Nirartha masiram di atas batu besar, akhirnya muncul suatu kejadian. “Sebab saat itu rambut Ida camus (coplos atau rontok). Kemudian rambut Ida ditempatkan di atas batu besar (Batu Pajenengan) tersebut, dan saat itu pula tempat tersebut dipastu hingga menjadi Pura Camusan, Di tempat rontoknya rambut beliau (Pura Musen), beliau bersabda. Bagi siapa yang memotong rambut di sini, maka rambutnya akan rontok dan digantikan benih baru. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh orang yang terlahir dengan rambut gempal.

Camusan itu sendiri, berasal dari kata camus. Mengapa saat ini nama pura tersebut berubah menjadi Musen? Dikatakan I Ketut Karyawan pria yang sudah 12 tahun menjadi Bendesa Desa Pakraman Blangsinga ini, nama Pura Musen tersebut diyakini karena perubahan kata Camusan, yang lama kelamaan oleh masyarakat setempat disebut menjadi Musen.

Lantas kenapa saat ini ada dua pura di areal tersebut, satu pura berada di bawah tepatnya di tepian Tukad Petanu, dan satunya lagi ada di posisi lebih di atas? Oleh Jro Bendesa Desa Pakraman Blangsinga, I Ketut Karyawan pensiunan PNS di Balai Penelitian Bahasa di bawah Departemen Pendidikan ini diungkapkan, hal tersebut tak lepas dari posisi Pura Musen yang berada tepat di bibir Tukad Petanu. Sehingga, ketika musim hujan, dan air sungai blabar (meluap), pura pun menjadi terendam dan prosesi pujawali pun sulit dilakukan. “Sehingga dulu desa nunasang (memohon petunjuk) hingga akhirnya dizinkan membuat Pura Pemuteran Musen di atas. Tapi pokok pura tetap ada di bawah,” sambungnya.

Nah yang unik lainnya dari Pura Musen, yakni pujawali yang tidak dilaksanakan enam bulan sekali atau setahun sekali sesuai kalender Bali, layaknya kebanyakan pura. Sebab, periodesasi pujawali di Pura Musen bisa mundur bisa juga maju. “Tapi kami biasanya mengingatnya dengan Galungan. Artinya setiap Tilem kedua setelah Galungan, saat itulah pujawali di sini. Makanya pujawali di sini, kadang maju, kadang mundur juga,” paparnya.

Pura yang berstatus Dang Kahyangan ini diyakini pula bisa membersihkan mala (kotor) anak balita dan juga memperbaiki rambut seseorang yang terlahir dengan rambut gempel (gimbal).

Jro Mangku Pura Musen, I Ketut Bagiada mengatakan, setiap anak yang belum mekakulan (upacara potong rambut), belum bisa memasuki tempat suci.

Namun di Pura Musen, mereka tidak hanya bisa masuk, juga bisa melakukan ritual potong rambut.
“Banyak juga warga dari berbagai daerah menghilangkan rambut gempel (gimbal) di sini. Seorang pentolan preman Gianyar yang terlahir dengan rambut gempel juga menghilangkan rambut gempelnya di sini. Sekarang rambutnya sudah bagus,” ujarnya saat ditemui di pemandian di kawasan Pura Musen, belum lama ini.
Sarana bebantenan yang harus dibawa untuk melakukan ritual menghilangkan mala balita dan memperbaiki rambut gempel, seseorang harus membawa banten pengambian asoroh, tulung urip, dan banten paingkupan.

search previous next tag category expand menu location phone mail time cart zoom edit close