PURA PANCERING JAGAT TRUNYAN

PURA PANCERING JAGAT TRUNYAN

Pura Pancering Jagat Trunyan secara umum terletak di tepi Danau Batur, berpenduduk cukup padat dengan kondisi alam yang berbukit terjal.
Pura Pancering Jagat Trunyan terletak cukup jauh dari pusat Kota Bangli dengan jarak mencapai 33 km. Lokasi Desa Trunyan berada di arah Utara Kota Bangli. Pencapaian dari Kota Denpasar dapat memilih jalur Kota Gianyar, kemudian mengarah ke timur menuju Bangli dan masuk ke arah Utara menuju Kecamatan Kintamani. Jalur lain yang juga bisa dilewati adalah, Denpasar – Tampaksiring – Bangli (Kintamani) – Penelokan. Kedua jalur ini memiliki kondisi jalan yang cukup baik.

Pura Pancering Jagat merupakan pura yang memiliki arti penting bagi masyarakat Desa Terunyan. Pura ini sangat terkenal karena merupakan sebuah pura kuno yang disungsung oleh masyarakat Trunyan. Dilihat dari lingkungan pura yang terletak di kaki bukit Trunyan dan di sekitar Danau Batur tampak sangat mempesona karena keindahan alamnya didukung pula oleh suasana yang sejuk dan udara yang segar. Pintu masuk utama Pura Pancering Jagat sebuah kori agung menghadap ke barat, karena menurut masyarakat Desa Trunyan dalam menentukan arah mata angin yang disebut kelod (selatan) adalah kearah Danau Batur, sedangkan di daerah Bali lainnya seperti di Denpasar, Gianyar arah laut yang menjadi kelodnya (selatan).

Pura Pancering Jagat merupakan struktur berteras-teras (berundak), hal ini mengacu pada konsep loka yang menunjukkan semakin tinggi halaman pura semakin suci. Pura Pancering Jagat secara umum terbagi menjadi empat halaman (loka) dengan denah pura berbentuk segi empat panjang. Empat halaman (loka) yang terdapat di Pura Pancering Jagat ini kemudian terbagi lagi menjadi komplek-komplek pura lengkap dengan bangunan pelinggihnya, yang antara lain adalah :

Halaman Jaba Sisi
Di halaman jaba sisi (Jabaan/nista mandala) terdapat sebuah bangunan berupa wantilan yang berfungsi sebagai balai pertemuan masyarakat Desa Terunyan dan juga dipergunakan untuk melaksanakan tabuh rah (sabung ayam) pada saat upacara pecaruan.

Halaman Jaba Tengah
Komplek Tempek Semangen

Untuk sampai ke halaman jaba Tengah harus melewati sebuah kori agung yang merupakan pintu masuk utama Pura Pancering Jagat dengan arah hadap ke barat menurut mata angin masyarakat Desa Terunyan, yang mana arah selatan berpatokan pada danau. Di halaman Jaba Tengah (Tempek Semanggen) terdapat beberapa buah pelinggih yakni empat buah bangunan dan tiga buah pelinggih diantaranya :

– Balai Panjang disebut Balai Agung Tilem
– Balai Panjang disebut Balai Agung Patemon
– Balai Agung Maspait
– Semanggen Teruna
– Semanggen Debunga
– Balai Mondar Mandir Tengen
– Sanggar Agung
– Balai Mondar Mandir Kiwa

Komplek Pura Maspait
Pada areal Pura Maspait ini terdapat beberapa buah pelingih yakni :
– Kelompok Pelinggih Maspait
– Pelinggih Ratu Ketut Guru Ning Wisesa
– Pelinggih Ida Ayu Maspait (Ratu Sakti Gangga)
– Pelinggih Ratu Gede Galungan dan Kuningan
– Sangyang Dunggulan
– Bale Kulkul Ratu Ayu Mekulem
– Petiasan Ratu Ayu Mekulem
– Pelinggih Ratu Ayu Mekulem
– Petiasan Ratu Sakti Meduwe Raja
– Pelinggih Ratu Sakti Medue Raja (Penyarikan)
– Petiasan Ratu Sakti Meduwe Raja

Komplek Pura Medruwe
Kelompok pura ini berada di halaman tengah, di komplek pura ini terdapat beberapa buah pelinggih yakni :
– Pelinggih Ratu Sakti Kemulan Kangin Ulun Suwi
– Petiasan Ratu Sakti Kemulan Kangin Ulun Suwi
– Ratu Sakti Wayan Manik Gaduh
– Petiasan Ratu Sakti Wayan Manik Galuh
– Pelinggih Ratu Sakti Pujangga Lueh
– Petiasan Ratu Sakti Pujangga Lueh
Komplek Tingkih Tengah
– Bale Penguan Nasi
– Bale Pebat
– Bale Bunder
– Bale Gong
– Pohon Nangka Keramat

Halaman Jeroan
Komplek Penaleman Jaban

Pelinggih-pelinggih yang terdapat di komplek pura ini antara lain :
– Bale Gong
– Bale Pelik
– Panggung Mengcengkrama

Komplek Penaleman Jeroan
Pelinggih-pelinggih yang terdapat di komplek pura ini antara lain :
– Bale Gunung Merau (Petiasan Ratu Ayu Pingit Dalem Dasar)
– Bale Gunung Merau (Petiasan Ratu Ayu Pingit Dalem Dasar)
– Pelinggih Ratu Ayu Pingit Dalem Dasar

Komplek Penaleman Jeroan
– Pelinggih Ratu Sakti Rambut Sedana
– Pepelik (Ratu Sakti Pancering Jagat)
– Pepelik (Ratu Sakti Pancering Jagat)
– Andel-andel
– Meru Ratu Sakti Pancering Jagat

Komplek Pura Gunung Agung
Kelompok pura ini berada di jeroan (utama mandala), di komplek ini terdapat beberapa buah pelinggih yakni :
– Pelinggih Bhatari Sri
– Petiasan Ratu Ayu Pujung Sari Mas Mahayun
– Pelinggih Ratu Ayu Pujung Sari
– Petiasan Ratu Sakti Gunung Agung
– Pelinggih Ratu Sakti Gunung Agung/Gunung Emas
– Petiasan Ratu Sakti Gunung Agung

Komplek Pura Kepasekan
Komplek Pura Kepasekan Bali mula ini terletak pada teras paling tinggi yakni teras ke-empat. Menurut informasi Pura Pasek ini sudah dibangun sebelum ada Pura Pancering Jagat yang merupakan Pura terpenting di Desa Terunyan. Di Pura ini terdapat beberapa buah pelinggih yakni :
– Pelinggih Pelinggih Ratu Ngurah Pasek
– Petiasan Ratu Ngurah Puseh
– Pelinggih Ratu Sakti Meduwe Gama Ujung Sari
– Pelinggih Jero Sangyan ( Ibu)
– Pelinggih Ratu Ngurah Pasek
– Petiasan Ratu Sakti Meduwe Gama

Komplek Kemulan
– Pelinggih Ratu Wayan Manik Sepat (Ratu Wayan Dalem Suaring)
– Pohon Beringin Keramat

Mengetahui/mengungkap latar sejarah Desa Terunyan sangat sulit karena tidak ada data yang pasti yang dapat dipergunakan sebagai acuan. Untuk mengungkap latar sejarah terbentuknya sebuah desa. Dalam pertanggung jawaban lapon kegiatan

Menurut Dananjaya dalam buku “ Kebudayaan Petani Desa Terunyan di Bali” bahwa ada beberapa buah prasasti yang sudah berhasil diterjemahkan oleh Goris dan prasasti tersebut di simpan di komplek Pelinggih Maspahit yakni di pelinggih Ratu Sakti Madue Raja. Prasasti ini berhasil diterjemahkan oleh Goris adalah prasati Terunyan AI dan Prasasti Terunyan AII. Masyarakat Desa Terunyan sangat mensakralkan benda-benda yang menjadi sumber sejarah untuk didokumentasikan tanpa ada prosesi ritual tertentun dengan biaya yang cukup besar. Isi prasasti yang sudah diterjemahkan oleh Goris sangat ringkas. Segaian besar prasasti hanya berupa piagam yang dikeluarkan oleh kerajaan berupa surat-surat keputusan atau untuk memperingati penganugrahan suatu desa sebagai sima, yakni suatu desa yang memperoleh hak sebagai desa perdikan karena di tempat itu ada suatu bangunan suci. Dengan mengetahui isi /terjemahan dri parsasti-prasati ini dapat diketahui bahwa pada masa lalu ada komunitas masyarakat yang tinggal/mendiami sebuah desa yang disebut Desa Terunyan.

Prasasti Ternyunyan AI misalnya hanya berupa piagam yang dikeluarkan oleh Keraton Singha Mandawa, untuk memberi ijin kepada pemerintah desa di Turunan untuk membangun kuil bagi Bhatara Datonta (Dewa tertinggi yang disebut Ratu Sakti Pancering Jagat). Penduduk desa diwajibkan memelihara kuil tersebut dan sebagai imbalannya mereka dibebaskan dari beberapa macam pajak. Prasasti Terunyan B merupakan kelanjutan dari Prasasti Terunyan A yang dikeluarkan pada tahun saka 833. Seangkan prasasti Air Rawang memuat tentang penduduk yang mendiami daerah Terunyan di sebelah timur Danau Batur. Sebagai imbalan mendiami daerah Terunyan, mereka diwajibkan setiap bulan Bhadrawada untuk turut serta dalam upacara keagamaan Dewa tertinggi di Terunyan (Bhatara Da Tonta). Pada upacara itu patung Dewa tersebut harus dimandikan dan dihiasi oleh sahayan padang ( padang rumput dari Desa Air Rawang). Prasasti ini dikelurkan pada tahun saka 833. Prasasti terunyan C, dari tahun saka 971, adalah mengenai batas-batas Desa Terunyan.

Disamping prasasti-prasati tersebut di atas Dananjaya juga mengumpilkan data – data sebagai bantuan untuk mengungkap sejarah Desa Terunyan yakni berupa cerita-cerita rakyat seperti mite dan legenda. Cerita-cerita tersebut diantaranya:

1. Mitos Tentang Dewi Yang Turun Dari Langit
Diceritakan ada seorang dewi yang turun dari langit karena terpersona oleh bau harum yang datang dari suatu tempa yang ada di bumi. Hal ini yang menyebabkan Sang Dewi turun dari langit mencari tahu sumber bau harum tersebut, dalam pencariannya sang dewi berhasil menemukan sumber bau harum tersebut. Ternyata bau harum tersebut berasal dari sebuah pohon yang disebut Taru Menyan (pohon menyan). Sejak saat itu tempat tersebut dinamakan Terunyan yang bersal dari kata taru dan menyan, dan sang dewi mengambil keputusan untuk tinggal di tempat tersebut. Setelah tinggal di bumi diceritakan sang Dewi marah kepada matahari karena selalu mengatinya dan sang Dewi menghina sang Surya dengannmenungging ke arah sang Surya dengan memperlihatkan alat kelaminnya. Sebagai akibat tindakan tersebut sang Dewi hamil secart gaih dan melahirkan sepasang anak kembar yang berlainan jenis kelamin (kembar buncing). Anak yang terlahir terlahir terlebih dahulu adalah seorang banci dan lahir kemudian adalah seorang anak perempuan. Setelah anak-anaknya besar sang Dewi pulang kelangit dan meningalkan kedua anaknya di terunyan.

2. Legenda Dalem Solo
Pohon Taru Menyan dari Desa Terunyan yang bau harumnya berhamburan terbawa angin tercium sampai keluar pulau Bali yakni ke puri (keraton) dalem Solo. Bau harum yang mempesona ini sangat menarik perhatian empat orang putra Dalem Solo untuk mengembara mencari sumber bau harum tersebut. Empat bersaudara ini tiga laki-laki dan paling busngsu adalah perempuan. Dalam pengambaraannya mereka tiba di Pulau Bali. Setibanya mereka di Pulau Bali bagian timur diantara desa Culik dan Karangasem dan tepi perbatasan Buleleng bau harum sangat menyengat. Bau tersebut semakin menyengat ketika mereka tiba di daerah Batur. Setibanya di kaki selatan gunung batur, putri Dalem Solo berkeputusan untuk tetap tinggal di Batur yakni di Pura Batur sekarang dan putri tersebut menjadi dewi dengan gelar Ratu Ayu Mas Maketeg. Sedangkan ke tiga saudara laki-lakinya melanjutkan perjalanannya menyusuri danau Batur. Setibanya disebelah barat danau terdengan oleh mereka suara burung, sejak saat itu tempat tersebut bernama Kedisan, burung dalam bahasa Bali disebut kkedis. Karena girangnya mendengar suara burung putra Dalem Solo yang termuda berteriak, kakak tertuanya tidak senang dengan kelagat adiknya dan memerintahkan kepada adiknya untuk tetap tinggal di tempat tersebut sang adik menolak, dan sang kakak marah dengan menendang adik sampai terjatuh dalam keadaan duduk bersila, kemudian meninggalkan adiknya. Itulah sebabnya di Desa Kedisasn terdapat sebuah arca Dewa bahan dari batu dengan siksp duduk bersila dan arca tersebut bernama Ratu sakti Sang Hyang Jero yang tersimpan di pelinggih Meru tumpang 7 di pura Dalem Pingit Desa Kedisan. Setelah meninggalkan adiknya ke dua putra Dalem Solo melanjutkan perjalan menyusuri tepi danau batur sebelah timur, dan tiba di satu dataran lain berjumpa dengan dua orang wanita yang sedang mencari kutu. Sangat gembiranya bertemu manusia putra ke – 2 Dalem Solo menyapa kedua wanita tersebut. Akibat ulah adiknya putra Dalem Solo marah dan memerintahkan adiknya untuk tidak ikut lagi dalam pengembaraannya, sang adik menolak karena marah sang kakak menendang adiknya sampai jatuh tertelungkup (melingkuh). Dalam keadaan terjatuh sang kakak meninggalkan adiknya, sampai kini ditempat tersebut terdapat sebuah arca dewa terbuat dari batu dalam sikap melingkuh. Dari kata melingkuh ini desa tersebut bernama Abang Dukuh, karena menurut etimologi rakyat, dukuh berasal dari kata melingkuh dan disebut Abang karena desa tersebut merupakan bagian dari Desa Abang.

Setelah meninggalkan adiknya sang kakak meninggalkan adiknya seorang diri menyusuri danau batur yang curam di sebelah timur, sampai akhirnya putra Dalem Solo tiba di sebuah dataran lagi. Disisni ia bertemu sorang dewi di bawah pohon taru menyan yang menjadi sumber bau harum yang dicarinya. Singkat cerita perasan birahinya membara sang dewi segera disenggamainya, dan kemudian ia pergi menemui kakak sang dewi untuk melamar adiknya. Permohonannya dikabulkan pernikahanpun terjadi dengan syarat putra Dalem Solo bersedia menjadi pancer (pasak) dari jagat (bumi) mereka atau Danau Batur.

Setelah perkawinan ini daerah Terunyan di bawah kepemimpinan Ratu Sakti Pancering Jagat berkembang menjadi kerajaan kecil. Pemimpin Terunyan khawatir kerajaan akan diserbu orang luar karena bau harum yang ditebarkan oleh Taru Menyan, sang raja kemudian memerintahkan untuk menghilangkan bau harum tersebut dengan cara tidak lagi mengkebumikan jenasah-jenasah orang Terunyan melainkan membiarkann membusuk diruang terbuka (meletakkan di atas tanah). Itulah sebabnya sejak itu Desa Terunyan tidak lagi mengeluarkan bau harum dan sebaliknya jenasah-jenasah yang diletakkan dibawah pohon Taru Menyan tidak mengeluarkan bau busuk.

3. Legenda Ditemukannya Patung Ratu Sakti Pancering Jagat
Arca dari zaman megalitik sampai kini masih ditemui di Desa Terunyan dan masih difungsikan sebagai media sarana/pemujaan yang oleh penduduk setempat dianggap sebagai Dewa Tertinggi mereka yaitu ratu Pancering Jagat. Menurut penduduk arca ini bukan hasil karya manusia dimasa lampau tetapi merupakan piturunan (diturunkan dari langit oleh dewa) arca ini tersimpan didalam bangunan suci berbentuk sebuah meru tumpang pitu (meru tingat tujuh).

Menurut cerita rakyat turun temurun letak desa trunyan yang pertma bukan di Desa Terunyan sekarang ini yaitu di Belongan Terunyan, melainkan di Belongan Cimelandung yang terletak disebelah selatan tempat desa sekarang. Dahulu Belongan Terunyan ini asalnya adalah Dalem, yaitu tempat pemakaman dan tempat bersemayamnya roh-roh leluhur yang telah di aben (upacara kematian ke dua). Sekrang tempat pemakaman tersebut sudah menjadi tempat menggantungkan ari-ari dan zat-zat yang keluar dari rahim seorang ibu pada saat melahirkan, tempat ini disebut Tantan Buni. Pura Dalem pada masa itu sekarang sudah menjadi Pura Pancering Jagat Bali.

Diceritakan pada suatu hari seorang petani dari Desa Terunyan berburu dengan anjingnya menuju ke Belongan Terunyan yang pada waktu itu masih berupa hutan yang bermargasatwa kijang. Di perburuan tiba-tiba anjingnya menyalak-nyalak dengan sengitnya. Ketika dihampiri ternyata yang disalaki sebuah benda diantara semak-semak, setelah diselidiki benda tersebut sebuah patung yang terbuat dari batu dengan ukuran kira-kira 9 cm, patung tersebut dapat digerak-gerakkan tetapi ketika diangkat patung tersebut melekat kuat di bumi. Sebelum pulang si pemburu menutupi patung tersebut dengan saab (tutup sajian upacara). Penemuan ini dicertakan kepada masyarakat desanya. Keesokan harinya masyarakt Desa Terunyan berduyun-duyun datang ke tempat itu untuk melihat patung tersebut. Anehnya patung tersebut menjadi tumbuh bertambah tinggi sehingga dapat mengangkat alat penutupnya. Setiap kali diperiksa patung tersebut bertambah tinggi/besar dan pertumbuhannya berhenti setelah mencapai tinggi sekitar 4 meter.

Pernah sebelum berhenti petumbuhannya oleh masyarakat dibuatkan gedong (bangunan suci berbentuk rumah berdinding dan beratap), tetapi karena pertumbuhan patung terus bertambah tinggi sehingga mendesak bangunan tersebut sehingga kepala arca menembus atap bangunan tersebut. Oleh masyarakat pelinggih gedong diganti dengan pelinggih meru dengan atap tingkat sebelas, lama kelaman empat atap dari meru tersebut roboh yang masih tersisa hanya 7 tingkat. Sampai sekarng bangunan meru tersebut memakai atap 7 tingkat. Kemudian disekitar patung tersebut dibangun komplek bangunan-bangunan suci yang kini terkenal dengan nama Paura Pancering Jagat Desa Terunyan dengan meru tumpang 7 (tingkat 7) sebagai pelinggih utama.

Sejak di buatkan meru tumpang 7 (tingkat 7) berangsur-angsur orang Terunyan pindah dari Belongan Cimelandung ke Belongan Terunyan tempat yang sekarang ini. Kemudian mereka mendirikan rumah-rumah di bidang tanah yang terletak dibagian selatan Pura Pancering Jagat. Sedangkan tanah di Belongan Cimelandung hanya dipergunakan sebagai tanah perladangan saja. Sejak itu pula makam orang Terunyan dipindah di dua Belongan sempit yang terletak disebelah utara Belongan Terunyan. Nama tempat pemakaman tersebut adalah Sema Nguda makam bagi anak-anak dan orang dewasa yang belum kawin dan Sema Wayah makam diperuntukkan bagi orang-orang yang sudah kawin.

search previous next tag category expand menu location phone mail time cart zoom edit close