BULAN SABIT

Bulan Sabit adalah salah satu atribut Dewa Siwa. Bulan Sabit atau Ardha Candra juga terdapat dalam Ongkara.

Kitab Kamikagama mengungkapkan bahwa Datohan, salah seorang putra Brahmā, menikahkan kedua puluh tujuh anak perempuannya pada Santiran, Dewa Bulan. Datohan minta agar Dewa Bulan berlaku adil pada semua istrinya.

Pada awalnya Dewa Bulan bisa berlaku adil. Namun seiring berjalannya waktu, Dewa Bulan hanya memperhatikan dua istrinya yang cantik, yaitu Kartikai dan Rogini, sehingga istri-istri yang lainnya merasa terabaikan.

Mereka yang terabaikan lalu melaporkan hal itu pada ayah mereka. Datohan mencoba menasihati menantunya agar mengubah sikap, tapi tidak berhasil. Setelah berulang kali diingatkan dan tidak diindahkan, Datohan menjadi marah dan mengutuk menantunya bahwa keenam belas bagian tubuhnya akan hilang satu per satu sampai akhirnya dia akan hilang, mati.

Ketika bagian tubuhnya tinggal seperenam belas bagian, Dewa Bulan menjadi panik dan pergi minta tolong dan perlindungan pada Intiran, namun Intiran tak dapat menolong. Dalam keadaan putus asa, dia menghadap dewa Brahmā yang menasihatinya agar pergi menghadap Çiwa.

Dewa Bulan langsung menuju Gunung Kailasa dan mengadakan pemujaan untuk Çiwa. Çiwa yang welas asih kemudian mengambil bagian tubuh Dewa Bulan dan meletakkan di rambutnya sambil berkata: “Jangan khawatir, Anda akan mendapatkan kembali bagian-bagian tubuh Anda. Namun, itu akan kembali hilang satu per satu. Perubahan itu akan berlangsung terus.”

##########################

Versi lain tentang bulan sabit yang ada di kepala Dewa Siwa terdapat dalam Bhagawata Purana.

Diceritakan bahwa Dewa Chandra mempunyai dua puluh tujuh istri yang merupakan putri-putri Daksa. Rohini yang cantik merupakan istrinya yang paling diperhatikan sehingga istri-istri yang lain merasa diabaikan.

Merasa terabaikan, mereka mengeluh pada Daksa, ayah mereka. Daksa menjadi murka lalu mengutuk Chandra. Akibat kutukan tersebut Dewa Chandra menderita penyakit paru-paru sehingga dari hari ke hari kekuatan dan cahaya Dewa Chandra berkurang.

Akhirnya Dewa Chandra minta perlindungan kepada Dewa Siwa. Dewa Siwa yang penuh kasih meletakkan Bulan di kepala-Nya. Dengan berada di kepala Dewa Siwa, Dewa Chandra menjadi kekal dan bebas dari segala bahaya.

Mengetahui sang suami telah pergi, putri-putri Daksa menjadi sedih dan menangis. Kemudian mereka datang menghadap sang ayah, Daksa, putra Dewa Brahma. Putri-putri Daksa berkata:

“Oh Ayah, dahulu kami mohon kepadamu agar kami mendapat berkah dari suami, tetapi kini bukannya mendapatkan berkah darinya, melainkan dia telah meninggalkan kami. Oh Ayah,meskipun kami memiliki mata, kami hanya menemukan kegelapan di mana-mana. Sekarang kami sadar bahwa suami adalah satu-satunya mata bagi wanita. Bagi wanita, suami itu sendiri adalah Narayana, ikrar dari agama purba. Wanita yang membenci atau mendengki atau meninggalkan suami yang malang dan bajik akan menderita di neraka jahanam selama matahari dan bulan bersinar di Bumi. Di sana (neraka) serangga-serangga yang bagaikan anjing menggigit dia siang malam. Bila lapar, dia terpaksa makan daging mayat. Dan untuk menghilangkan rasa haus, dia terpaksa minum air kencing. Selanjutnya dia harus lahir berkali-kali sebagai burung nazar (yang memakan bangkai), terus lahir sebagai babi betina selama seratus tahun, kemudian sebagai binatang buas selama seratus kali kelahiran. Ketika pada akhirnya dia lahir lagi sebagai manusia, dia menjadi janda, pengemis, dan terus sakit-sakitan.”

Kemudian putri-putri Daksa berkata: “Mohon kembalikan suami kami, Anda adalah putra Dewa Brahma, dan Anda cukup perkasa untuk menciptakan sendiri satu alam semesta”.

Mendengar kata-kata dari semua putrinya itu, Daksa lalu pergi menghadap Dewa Siwa, Dewa Siwa bangkit dari tempat duduknya, dan sujud menghormat pada Daksa. Daksa lalu memberkati Dewa Siwa.

Melihat perilaku Dewa Siwa yang rendah hati, kemarahan Daksa menjadi hilang. Kemudian Daksa berkata: “Oh Dewa Siwa, mohon kembalikan menantuku yang dicintai oleh putri-putriku yang melebihi nyawanya sendiri. Anda juga adalah menantuku. Jika anda tidak mengembalikan Dewa Chandra kepadaku, Aku akan ucapkan kutukan keras atas dirimu”.

Setelah mendengar Daksa bicara, Dewa Siwa mengucapkan kata-kata yang terdengar lebih manis dari amrita. Dewa Siwa berkata: “Anda boleh bakar saya jadi abu, atau ucapkan satu kutukan atas diri-Ku sesuai kehendakmu, tetapi saya tidak bisa mengembalikan Chandra (Bulan) yang telah berlindung kepadaku.”

Mendengar kata-kata Dewa Siwa demikian, Daksa hendak mengucapkan kutukan atas Dewa Siwa. Dewa Siwa ingat Govinda dan pada saat itu pula Sri Krishna muncul disana dalam wujud seorang Brahmana tua. Baik Dewa Siwa maupun Daksa sujud kepada Brahmana tersebut dengan penuh hormat.

Beliau memberkati mereka berdua dan berkata kepada Dewa Siwa. Sri Krishna berkata:

“Oh Siwa, tidak ada apapun yang lebih disayangi oleh semua mahluk hidup selain dirinya sendiri. Dengan merenungi hal ini, Oh penguasa para Dewa, anda hendaknya selamatkan dirimu dengan memberikan Chandra kepada Daksa. Anda adalah tempat berlindung terbaik, anda tenang, anda adalah Vaisnava yang paling terkemuka dan anda memperlakukan segala makhluk dengan cara yang sama. Anda bebas dari tindak kekerasan dan kemarahan. Daksa adalah putra perkasa Dewa Brahma dan dia berwatak pemarah. Dewa yang mulia hendaknya mengalah dihadapan yang sedang marah”.

Dewa Siwa tersenyum dan berkata: “Saya bisa mengorbankan pertapaan saya, kemuliaan saya, semua keberhasilan saya, kekayaan dan bahkan nyawa saya sendiri. Tetapi saya tidak bisa meninggalkan orang yang telah berlindung kepada saya. Dia yang telah mencampakkan seseorang yang telah berlindung kepadanya, akan ditinggalkan oleh Dharma. Oh Tuhanku, anda tahu betul tentang Dharma. Mengapa anda mengucapkan kata-kata yang dipengaruhi khayalan?. Anda adalah pencipta dan pelebur segala sesuatu. Orang yang berbhakti kepada Mu tidak takut kepada siapapun”.

Tuhan yang mengetahui betul perasaan setiap orang, mendengar kata-kata Dewa Siwa dengan seksama. Kemudian beliau mengambil setengah bagian Chandra (Bulan) yang sakit dan memberikannya kepada Daksa. Selanjutnya Beliau mengambil setengah bagian Bulan yang sehat dan menaruhnya di kepala Dewa Siwa.

Melihat Bulan tergerogoti oleh penyakit paru-paru, Daksa kemudian berdoa memohon pada Sri Krishna. Beliau lalu mengatur bahwa Bulan akan bercahaya penuh selama dua minggu, dan tidak akan bercahaya selama dua minggu berikutnya. Demikianlah ketetapan alam yang dibuat oleh Sri Krishna. Setelah memberkati Dewa Siwa dan Daksa, Sri Krishna kembali ketempat tinggal-Nya.
#########################

ARDA CANDRA atau bulan sabit juga dapat dijumpai dalam unsur-unsur Ongkara, yaitu:
1. Nada,
2. Windu,
3. Arda Candra,
4. Angka telu (versi Bali),
5. Tarung.

Semuanya melambangkan Panca Mahabutha, yaitu:
1. Nada = Bayu, Angin, Bintang
2. Windu = Teja, Api, Surya
3. Arda Candra
= Apah, Air, Bulan
4. Angka Tiga = Akasa, Langit, Ether
5. Tarung = Pertiwi, Bumi, Tanah

Nada, Windu, dan Arda Candra juga merupakan perwujudan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yaitu:
1. Nada merupakan simbol Sang Hyang Parama Siwa, meraga Purusa
2. Windu berbentuk bulatan, merupakan simbol Sang Hyang Sadasiwa, meraga banci.
3. Arda Chandra berbentuk bulan sabit, simbol Sang Hyang Siwa, meraga Pradana

Masih banyak sumber yang menceritakan tentang Bulan Sabit. Mudah-mudahan di lain kesempatan bisa dilanjutkan lagi.

search previous next tag category expand menu location phone mail time cart zoom edit close