PURA LUHUR PUCAK TERATE BANG

Sejarah Pura Luhur Pucak Terate Bang sangat erat kaitannya dengan perjalanan seorang Brahmans yang duke al dengan nama Ida Maharsi Madura di Seputaran Danau Beratan, dimana lokasi kebun raya bedugul merupakan lokasi pesraman agung Ida Rsi Madura dalam menuntun para pengikut beliau yang beraneka ragam supaya siap untuk hidup di pulau Bali, maka Ida Rsi Madura mengambil lokasi yang sekarang dikenal sebagai Pura Puncak Terate Bang sebagai lokasi tempat tinggal beliau dalam fungsi beliau sebagai guru besar pesraman agung danau beratan. Pesraman agung ini bukan hanya tempat untuk belajar ilmu pengetahuan, akan tetapi juga merupakan tempat ida rsi madura dalam mengajarkan ilmu kanuragan/kedigjayaan/bela diri untuk mempertahankan hidup pada jaman itu. Dalam fungsinya sebagai tempat belajar ilmu pengetahuan maka dilokasi pertapaan beliau yang sekarang dikenal dengan nama Pura Puncak Terate Bang, Ida Rsi Madura memuja Dewa Brahma dalam wujud sakti beliau yang dikenal dengan Dewi Saraswati sebagai dewinya ilmu pengetahuan. Disesuaikan dengan linggih/stana dari Dewa Brahma dan Dewi Saraswati yang bebentuk bunga Teratai Merah atau dalam bahasa bali disebut Terate Bang, maka Ida Rsi Madura menamakan Lokasi Pedukuhan/tempat tinggal beliau dengan sebutan TERATE BANG (yang artinya : Linggih Dewa Brahma Dalam Manifestasi Dewi Saraswati). Sehingga Pura Puncak Terate Bang merupakan pura yang dibangun sebagai tempat pemujaan kepada Dewa Brahma dan Dewi Saraswati sebagai dewanya ilmu pengetahuan. Di tempat inilah Ida Rsi Madura mengajarkan ilmu pengetahuan tentang kehidupan kepada para pengikut beliau. Sebagai pura pemujaan kepada Dewa Brahma maka seluruh atribut dalam pura ini didominasi oleh warna merah. Dalam fungsinya sebagai tempat belajar ilmu kanuragan/kedigjayaan/bela diri maka Ida Rsi Madura dan beberapa mpu pembuat keris yang menyertai beliau dari jawa juga mengajarkan ilmu pengetahuan membuat senjata kepada para murid beliau. Para murid beliau yang ahli dalam pembuatan keris ini beserta keturunannya inilah yang suatu saat nanti akan dikenal sebagai klan atau soroh Pande di Bali. Dikarenakan oleh Ida Madura tinggal dipedukuhan ini dikelilingi oleh teman dan murid-murid beliau yang membuat keris. Dan juga karena pura ini merupakan pemujaan kepada Dewa Brahma yang juga merupakan Dewanya klan atau soroh Pande di Bali maka Pura Terate Bang ini juga dipakai sebagai salah satu napak tilas warga Pande di Bali.

Pura Puncak Terate Bang terbagi menjadi 3 bagian yang saling bersebelahan secara horizontal. Bagian paling utara merupakan Pura Taman Beji. Dipura ini terdapat sumber air tawar yang tidak pernah kering bahkan mengalir seperti sungai kecil. Ini merupakan lokasi permandian dan sumber minum dari Ida Maharsi Madura pada jaman itu. Kemudian disebelah selatan dari pura Taman Beji ini atau Bagian yang ditengah-tengah merupakan Pura Penataran Terate Bang. Ditempat ini Ida Betara Lingsir Rsi Madura memberikan tuntunan ilmu pengetahuan tentang kehidupan kepada para murid beliau. Kemudian disebelah selatan dari Pura Penataran Terate Bang atau komplek pura paling selatan merupakan pura yang disebut dengan Pura Siwa Lingsir. Dari kata-kata SIWA yang di Bali identik dengan sebutan seorang pendeta, kita bisa tahu bahwa ditempat ini berstana seorang Pendeta atau yang disebut dengan Betara Lingsir di tanah Bali. Di Pura Siwa Lingsir ini merupakan lokasi tempat pertapaan Ida Maharsi Madura pada waktu beliau memuja Dewa Brahma sebagai Dewanya ilmu pengetahuan. Karena puja bakti yang begitu kuat oleh Ida Maharsi Madura maka Dewa Brahma berkenan bukan hanya memberikan anugerah ilmu pengetahuan akan tetapi juga berkenan memberikan anugerah yang lain yaitu munculnya tirta pingit dengan rasa nano-nano (asam, asin, manis jadi satu). Yang fungsinya sebagai obat untuk para pengikut beliau yang sakit. Pura Siwa Lingsir ini merupakan pura yang sangat pingit karena merupakan peyogan atau tempat pertapaan dari Ida Betara Lingsir Maharsi Madura dalam posisi beliau sebagai Kepala Pesraman Agung Beratan.

Tirta Mancawarna

Dari sisi penataan, sebagaimana umumnya pura di Bali terdiri atas tri mandala yakni utama mandala (jeroan), madya mandala (jaba tengah) dan Kanista Mandala atau jaba sisi. Utama mandala merupakan wilayah yang sangat disakralkan dan hanya berhubungan dengan rohani dan upacara suci.
Ada empat bangunan suci yakni Pelinggih Gedong sebagai tempat pemujaan Sang Hyang Brahma atau Agni, Padmasana, piyasan dan bale penegtegan. Di sebelah barat jeroan terdapat Pelinggih Siwa (Ida Ratu Lingsir). Serta adanya Pelinggih Saka Pat Sari dan genah toya Panca Maha Merta Mancawarna.

Di sebelah timur laut jeroan terdapat Pelinggih Beji dan beberapa pelinggih lainnya. Pelinggih Siwa dan Pura Beji masih berkaitan langsung dengan Pura Luhur Pucak Terate Bang. Air suci untuk tirta diambil dari beji terletak di bagian timur laut pura ini. Sedangkan di sebelah barat laut terdapat beji dengan air belerang sebanyak lima tempat yang disebut Maha Mertha Mancawarna.

Di bawah tempat tirta itu, terdapat pelinggih Padmasana tempat memuja Siwa. Air tirta belerang itulah yang biasanya dimohon oleh umat khususnya para praktisi pengobatan sebagai obat. Keberadaan tirta ini tampaknya sangat populer bagi masyarakat Bedugul. Bukan hanya itu, umat dari berbagai tempat di Bali kerap nunas tirta di tempat ini.

Diyakini tirta ini memberikan efek kesembuhan dan sebagai penyucian diri dari segala kekotoran. Dengan memohon tirta di tempat ini, kondisi badan yang sehat dan baik akan sangat sempurna untuk melaksanakan sembah sujud ke hadapan Dewa Brahma sebagai pencipta dan pemberi berkah bagi kehidupan manusia.

Pralingga yang terdapat di pura ini berupa simbol naga serta mempunyai pajenengan seperti tombak yang berujung dua. Busana pura ini lebih banyak dibalut dengan warga merah sebagai simbol memuja Dewa Agni atau Brahma di atas lotus.

Tanpa Binatang Berkaki Empat

Ada yang unik dari tata upacara keagamaan di pura ini. Menurut Klian Adat Bukit Catu I Wayan Puja Umbara, piodalan di pura ini jatuh pada Sabtu Kliwon Wuku Landep. Penggunaan binatang berkaki empat tidak diperbolehkan dipakai di pura ini. Jika ada upacara besar seperti ngenteg linggih dan karya piodalan jelih, maka upacara yang semestinya menggunakan binatang berkaki empat, sesuai dengan dresta yang berlaku diganti dengan binatang berkaki dua.

Contohnya babi butuan diganti dengan kokokan, sapi diganti dengan kukur, kerbau diganti dengan bebek selem, anjing diganti dengan bebek belang kalung dan kambing diganti dengan ayam klau gringsing. Sementara dalam pekasanaan upacara dipimpin oleh seorang pemangku tanpa menggunakan pedanda.

Ada tiga pemangku yang ngayah di pura ini yakni Jro Mangku Sudi asal Dusun Bukit Catu yang ngayah di Pura Agung Terate Bang, Jero Mangku Yasa asal Bukit Catu yang ngayah di Natar Ratu Lingsir, dan Jero Mangku Rangkus yang bertugas di Taman Beji. Pangemong pura ini adalah Banjar Adat Bukit Catu, yang dibina dan diayomi langsung oleh puri.

Sementara pangenceng-nya adalah Puri Marga Tabanan. Jika ada piodalan di Pura Penataran Beratan, di Danau Beratan, biasanya sepuluh pura pengider tedun ke sana, tetapi Batara Terate Bang tidak turun ke sana, namun dari Pura Beratan ada aturan ke Pura Terate Bang.

search previous next tag category expand menu location phone mail time cart zoom edit close