PURA SANG HYANG CELENG

PURA SANG HYANG CELENG

Pura ini terletak di Desa Menyali , Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng yang berjarak 14 km timur laut dari Singaraja.

Dilihat dari berbagai sumber yang diperoleh mengenai keberadaan sejarah Desa Menyali, maka pada dasarnya, Desa Menyali adalah desa tertua di antara desa-desa yang ada di Kecamatan Sawan saat ini, seperti Desa Jagaraga, Bungkulan dan Sangsit.

Seperti masyarakat di, Bali pada umumnya, Desa Menyali memiliki sejuta keunikan dan tradisi khas yang sangat mempesona. Sebagai desa wisata, desa tertua di Kecamatan Sawan ini, memiliki daya tarik yang sangat mempesona dalam hal adat istiadat, tradisi, dan budaya serta kebiasaan masyarakat yang sangat unik dan tidak terdapat di daerah lain di Bali.

Salah satu tradisi uniknya adalah terlihat pada saat “piodalan” yang dilaksanakan di Pura Sang Hyang Celeng, di mana setelah rangkaian kegiatan “piodalan” usai, para ibu-ibu “ngelungsur” atau mengambil upakara yang dihaturkan untuk diberikan pertama kepada hewan peliharaan utama mereka, yaitu babi. Biasanya “lungsuran” (upakara) yang telah dihaturkan, dikonsumsi untuk kita sendiri, tapi pada saat upacara ini haturan yang diambil dan diperuntukkan bagi hewan peliharaan.

Keunikannya tidak itu saja, saat para ibu memberikan sisa upakara itu kepada babi, mereka mengiringinya dengan sebuah nyanyian, “Citah nis, mai mulih bange ngamah ngango palungan mas (babi manis mari pulang nanti diberi makanan dengan tempat dari emas)”. Tujuannya adalah untuk menghormati manifestasi Tuhan dalam wujud babi Waraha.yang berstana di Pura Sang Hyang Celeng.

“Nininis klabang akit mai mulih nengked jumah baangina ngamah aji palungan emas”…begitulah sesontengan (mantram) yang diucapkan oleh para pengelingsir terutama para ibu ibu di pura Sang Hyang Celeng saat pulang (budal) dari pura kelod melewati Sanghyang Celeng. Ucapan itu bermskna bahwa warga desa Menyali menghormati Sang Hyang Celeng.

Guling Celeng memang sarana banten penting yang dipersembahkan di pura ini. Dlm kehidupan agraris jamam dahulu piara celeng berarti menabung . Makin banyak punya / ngubuh celeng pertanda kluarga itu rajin menabung dan tanda makin subur. Kenyataannya dgn ngubuh celeng Tumbuh tumbuhannya menjadi subur karena dgn ngubuh celeng banyak produksi pupuk kandang. Dengan ngubuh celeng bisa dpt uang lebih. Ada uang lebih berarti bisa membeli sandang. Secara praktis itulah manfaat persembahan pada sang hyang celeng.

SCR teoritis SANG HYANG CELENG DIPERCAYA SEBAGAI WARAHA, SYMBOL SALAH SATU AVATARA TUHAN DALAM MANIFESTASINYA SEBAGAI WISNU, TUHAN DLM kAPASITASNYA SEBAGAI PEMELIHARA SELURUH CIPTAANNNYA.
Implementasi dari kepercayaan pada sang hyang celeng, yaitu krama desa menyali melaksanakan tumpek kandang yang dikenal dgn tumpek celeng.

Rahinan tumpek celeng dilaksanakan besar besaran menyerupahi penampahan galungan. Semua binatang terutama celeng paling banyak medapatkan persembahan dgn harapan celeng celeng mereka sehat. Induk betina /Bangkung bangkungnya supaya banyak anak agar rejeki melimpah dan bisa beli emas.

Senjata Dewa Wisnu berupa cakra juga ada symbulnya didepan hulu situs Sang Hyang Celeng yg berlokasi di desa Jagaraga yg di sungsung desa adat Menyali. …..ingatlah mantram sesontengan yg biasa diucapkan tetua di menyali di pura sanhyang celeng

“Nininis klabang akit mai mulih neked jumah baangina ngah aji palungan emas”. Sebuah sesontengan yang selalu diucapkan di Pura Sang Hyang Celeng

search previous next tag category expand menu location phone mail time cart zoom edit close