KERAJAAN BALI MAJAPAHIT KE 1

Perang Pertama antara Majapahit melawan Kerajaan Bali Kuno terjadi di tahun Saka 1265, tahun masehi 1343. Saat perang itu, Ki kebo Waruna, dan Ki Gudug Basur gugur di medan perang. Setelah perang besar itu hancurlah Kerajaan Bali Kuno, Sehingga tidak ada penguasa yang memerintah di Bali. Kemudian ada rapat para Arya keturunan dari Mpu Dwijaksara di Bali berkeinginan menghadap ke Majapahit memohon petunjuk Raja Majapahit, apa yang harus mereka lakukan untuk mengisi kekosongan pemerintahan di Bali saat itu. Para Arya Bali yang berangkat menghadap Raja Majapahit antara lain Kyai Patih Wulung, Kyai Pemacekan, Kyai Kepasekan, Kyai Padang Subadra. Berkaitan dengan kedatangan para arya dari Bali itu, kemudian dengan segera Prabhu Jayanegara, mengirim utusan ke Kediri, Menghadap Ida Shri Mpu Soma Kresna Kepakisan, memohon putra beliau yang paling kecil, agar bersedia menjadi pemimpin di Bali.

1.Dhalem Ketut Kresna Kepakisan.
Ida Shri Aji Cili Ketut Soma Kresna Kepakisan tiba di Bali, Tahun Saka 1274, tahun masehi 1352, diangkat menjadi raja di Keraton Samprangan, setelah upacara abiseka, Bergelar Shri Aji Dhalem Ketut Kresna Kepakisan. Pengikut beliau, antara lain: Si Tan Kawur, Si Tan Mundur, Si Tan Kober, diberikan tempat di desa Tianyar. Dalam pemerintahan Shri Aji Dhalem Ketut Kresna Kepakisan, masih juga ada pemberontakan-pemberontakan kecil di Bali, terutama yang mendiami wilayah pegunungan, desa-desa di gunung yang masih belum aman, antara lain: Desa Culik, Desa Skul, Desa Bulakan, Desa Tista, Desa Kunir, Desa Simanten, Desa Basangalas, Desa Sarinten, Desa Tulamben, Desa Get, Desa Lokasrana, Desa Batu Dawa, Desa Margatiga, Desa Puan, Desa Juntal, Desa Crutcut, Desa Bantas, Desa Kerta Bayem, Desa Watu Wayang, Desa Kedampal, Desa Asti. Setelah sekian lama pemerintahan Shri Aji Dhalem Ketut Kresna Kepakisan, Orang-orang gunung masih juga melakukan pembangkangan secara gerilia. Hal itulah yang mendorong Shri Aji Dhalem Ketut Kresna Kepakisan mengirim utusan ke ke Jawa, menghadap kepada Sang Prabhu Jaya Negara, yang dipercaya menjadi utusan saat itu, antara lain: Kyai Patih Wulung, Kyai Pemacekan, Kyai Kepasekan, Kyai Padang Subadra.
Setelah bertemu dan menghadap Raja Majapahit, dianugrahi senjata utama oleh raja Majapahit, berupa pusaka keris, Ki Lobar namanya, dengan pamor keris Durgha Dungkul, pusaka tersebut pemberian dari Rakriyan Gajah Mada kepada Shri Aji Dhalem Ketut Kresna Kepakisan, agar digunakan untuk mengamankan wilayah Bali. Dalam perjalanan pulang dari Majapahit, melewati desa Bubat, kemudian Telaga Urung, Pejajaran, sampai di Desa Langkung, baru kemudian menuju Puri Samprangan. Mulai adanya keris Ki Lobar di puri Samprangan, sedikit demi sedikit mulailah tenah wilayah pegunungan Bali, tidak ada lagi orang gunung yang melakukan tindak kejahatan.
Upaya lain yang dipakai untuk menentramkan jagat Bali agar bisa lebih tentram, Shri Aji Dhalem Ketut Kresna Kepakisan mengadakan pertemuan para Pasek yang berpengaruh di jagat Bali, pertemuan itu dilaksanakan di Puri Samprangan, membicarakan tentang keadaan jagat Bali yang belum tentram. Yang ikut hadir dalam pertemuan itu, antara lain: Ki Pasek Gelgel, Ki Pasek Tohjiwa, Ki Pasek Padang Subadra, Ki Pasek Penataran, Ki Pasek Kepasekan, Ki Pasek Bendesa, Ki Pasek Kubakal, Ki Pasek Kedangkan, Ki Pasek Ngukuhin, Ki Pasek Kubayan, Ki Pasek Gaduh. Selain membicarakan tentang keamanan di Bali juga membahas tentang parahyangan yang ada di seluruh Bali. utamanya sekali membahas tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan Pura Besakih. Shri Aji Dhalem Ketut Kresna Kepakisan, mempunyai permaisuri dampati, puteri Mpu dari Ketepeng, yang bernama Ni Diah Amretha Jiwa, mempunyai putra laki perempuan sebanyak 4 orang, antara lain: Shri Dewa Ile, Shri Dewa Tarukan, Istri, menikah ke Blambangan dan Shri Dewa ketut Ngulesir. Selain 4 putra diatas, ada juga putra yang lahir dari selir, yang bernama I Dewa Tegal Besung.

2. Ida Shri Dhalem Ile
Setelah Shri Aji Dhalem Ketut Kresna Kepakisan mangkat, Puri di Samprangan dikuasai oleh putra beliau yang paling besar, bernama Ida Shri Dhalem Ile, tetapi beliau sangat jarang sekali perduli dengan keadaan Puri Samprangan, apalagi sampai mengadakan pertemuan membahas tentang kerajaan Bali dengan para manca dan punggawa Puri Samprangan, karena beliau begitu terpikat dan mabuk oleh kecantikan istrinya, yang bernama Ida Shri Dewi, yang berasal dari Pusering Tasik Besakih. Sementara itu Ida Dhalem Tarukan mempunyai kegemaran yang berbeda dengan kakaknya, beliau amat gemar bekerja di ladang, taman, juga sawah, menanam bemacam-macam bunga dan bebijian. Karena sebuah permasalahan beliau terpaksa harus meninggalkan istana beliau di Tarukan, mengelana sebagai rakyat biasa dari satu daerah ke daerah yang lain. Sampai akhirnya beliau tinggal menetap di Pedukuhan Bunga. Ki Dukuh Bunga yang prihatin terhadap keadaan beliau, kemudian mempersembahkan putrinya yang bernama Ni Gusti Luh Kwanji, untuk diperistri. Dari pernikahan Ida Dhalem Tarukan dengan Ni Gusti Luh Kwanji, saat itu tercatat tahun saka 1302, tahun masehi 1380. Kemudian melahirkan putra 2 orang, I Gusti Gde Sekar dan I Gusti Gde Pulasari.
Selama kepemerintahan Ida Dhalem Ile di Samprangan, terpikir oleh para Arya, Manca, dan Punggawa Puri Samprangan, tidak berhasil memegang tapuk kekuasaan Bali, maka bertemulah dalam sebuah sidang para Punggawa, Arya serta para Manca semua, memutuskan akan mencari Ida Shri dewa Ketut Ngulesir, agar bersedia kembali ke puri Samprangan, menggantikan kedudukan kakaknya menjadi raja di keraton Samprangan. Yang terpilih menjadi utusan mencari Ida Shri Dewa Ketut Ngulesir, adalah Rakriyan Patih Kebon Tubuh. Setelah lama dicari, lalu suatu hari yang baik ditemukanlah Ida Shri dewa Ketut Ngulesir, saat beliau berjudi sabung ayam di desa Pandak. Setelah beliau ditemukan oleh Rakriyan Patih Kebon Tubuh, berkenan Ida Shri Dewa Ketut Ngulesir, kembali pulang ke Puri Samprangan.

3. Shri Dhalem Ketut Semara Kepakisan.
Ida Dhalem Ile sakit keras, kemudian beliau mangkat di puri Samprangan, tahun Saka 1302 atau tahun masehi 1380. Setelah selesai upacara Pelebon, Ida Dhalem Ketut Ngulesir kemudian menggantikan beliau menjadi raja, dengan gelar Shri Dhalem Ketut Smara Kepakisan, tahun Saka 1307, tahun Masehi 1385, berkedudukan di Keraton Gelgel, keraton beliau bernama Puri Suweca Pura.
Berkisaran tahun Saka 1352, tahun Masehi 1430, Shri Dhalem Ketut Smara Kepakisan, menyelenggarakan upacara yadnya, Pitra Yadnya, ngamaligya ida raja dewata Shri Aji Beda Ulu. Setelah selesai upacara tersebut, Shri Dhalem Ketut Smara Kepakisan, diiringi oleh Kyai kebon Tubuh berlayar ke Jawa, akan menghaturkan upeti ke Majapahit, berita itu tersiar sampai ke Majapahit dan diketahui oleh Ida Shri Hayam Wuruk, Raja di Bali merupakan keturunan orang sangat utama, karena di bahunya bergambar Durgha. Karena itulah kemudian Ida Shri Hayam Wuruk menganugrahi Raja Bali keris pusaka utama yang bernama Ki Taksaka. Shri Dhalem Ketut Smara Kepakisan, kembali lagi berlayar ke Jawa, Tepatnya di wilayah Madura, karena ada undangan dari Ida Rakrian Mahapatih Madu, karena beliau sedang menyelenggarakan karya maligya leluhur beliau di Madura, sebagai peminpin upacara Ida Shri Mpu Bujangga Kayu Manis, dari negara Keling. Setelah selesai upacara maligya, lalu menghadaplah Shri Dhalem Ketut Smara Kepakisan dihadapan Mpu Bujangga Kayu Manis, mengundang Ida Bujangga agar bersedia berkunjung ke kerajaan Bali, karena Ida Dhalem Ketut berkeinginan menyelenggarakan Upacara Yadnya Mapudgala.

4. Ida Shri Dhalem Waturenggong Jaya Kepakisan.
Ida Shri Dhalem Ketut Semara Kepakisan mempunyai 2 orang putra laki-laki dan sudah beranjak dewasa, bernama, Dewa Waturenggong adiknya bernama I Dewa Gedong Arta. Ida Shri Dewa Waturenggong kemudian menggantikan ayahnya menjadi raja, dengan gelar Shri Dhalem Waturenggong Jaya Kepakisan. Pada pemerintahan beliaulah kerajaan Bali mencapai masa jayanya, terkenal sampai ke daerah-daerah jauh. Saat itu di Jawa ada seorang Brahmana Budha bernama Mpu Semaranatha, beliau mempunyai putra 2 orang laki-laki bernama Mpu Dhang Hyang Angsoka dan Mpu Dhang Hyang Nirartha. Mpu Dhang Hyang Nirartha melakukan perjalanan suci ke Bali bersama istri dan putra-putra, tidak dikisahkan perjalanan beliau, sampai kemudian beliau berasrama di Mas.
Di keraton Gelgel dikisahkan Dhalem Ketut Baturenggong Jaya Kepakisan berkeinginan mengangkat Ida Shri Mpu Angsoka di Kediri, Jawa agar bersedia menjadi guru nabe Dhalem Ketut Baturenggong. Akan tetapi Dhang Hyang Angsoka menolak dengan halus keinginan Dhalem Baturenggong, karena di Bali sudah ada adik beliau yang bernama Ida Dhang Hyang Nirarta, sudah sangat paham dengan ajaran agama dan ilmu kesaktian. Dengan petunjuk dari Dhang Hyang Angsoka, Dhalem Baturenggong kemudian mengirim utusan ke Bhumi Mas, menjemput Ida Dhang Hyang Nirartha. Yang menjadi utusan saat itu adalah Rakriyan Dawuh Bale Agung. Tidak diceritakan dalam perjalanan, akhirnya tibalah Rakriyan Dawuh Bale Agung di Bhumi Mas, menghadap Ida Dhang Hyang Nirartha. Rakriyan Dawuh Bale Agung banyak sekali mendapatkan petuah dari Ida Dhang Hyang tentang berbagai ilmu pengetahuan, sehingga saat Rakriyan Dawuh mohon untuk didiksa, Ida Dhang Hyang berkenan mendiksanya.
Setelah acara pediksan Rakriyan Dawuh Bale Agung baru beliau mengutarakan kedatangannya sebagai utusan Dhalem Bali, mengundang Ida Dhang Hyang agar berkenan berkunjung ke kraton Swecapura di Gelgel, Ida Dhang Hyang berkenan. Lalu berangkatlah beliau diiringi oleh Rakriyan Dawuh Bale Agung. Tidak diceritakan dalam perjalanan, tibalah beliau di tujuan. Akan tetapi Ida Dhalem Baturenggong sedang tidak di puri. Ida Dhalem Baturenggong sedang pergi berburu di hutan desa Padang, beliau menginap di Silayukti, bekas pasraman Mpu Kuturan dahulu. Itulah sebabnya kemudian Ida Dhang Hyang kemudian diantar oleh Rakriyan Dawuh Bale Agung menuju desa Padang. Sesampai di Padang, Dhalem Bali marah kepada Rakriyan Dawuh Bale Agung, dianggap oleh Dhalem Bali abdinya itu tidak bisa melaksanakan tugas dengan baik, lebih mementingkan diri sendiri, dari pada melaksanakan perintah Dhalem Bali. Setelah mendapat cukup banyak hasil berburu, berkat petunjuk dari Dhang Hyang Nirartha, Dhalem Bali dan rombongannya kembali ke Keraton Swecapura Gelgel. Perjalanan rombongan Dhalem terhadang banjir yang amat besar di Sungai Unda, sehingga berhentilah kereta kerajaan yang membawa rombongan raja Bali. Tatkala itulah kemudian Dhang Hyang Nirartha menggunakan mantra sakti Aswa Siksa, sehingga dengan ajaib akhirnya rombongan Dhalem Bali bisa menyebrangi sungai unda, karena roda kereta beliau tidak tenggelam di banjir. Sangat takjub Dhalem dan rombongan menyaksikan kesaktian dari Ida Dhang Hyang. Di tahun saka 1411, (Masehi 1489), sampailah rombongan itu di Keraton Sweca Pura, di Gelgel. Ida Dhang Hyang Nirartha dihaturkan tempat menginap di Taman Bagenda, disanalah kemudian Dhalem Waturenggong dianugrahi banyak ilmu pengetahuan setelah dianggap lulus Ida Dhang Hyang Nirartha berkenan mendiksa Dhalem Waturenggong.

Penyerangan Ke Blambangan.
Rencana pernikahan Ida Dhalem Baturenggong dengan Dewi Ayu Baas yang merupakan putri dari raja Blambangan yang bernama Dhalem Juru digagalkan dengan tipu muslihat oleh pangeran Pasuruhan yang bernama Shri Bhima Cili, membuat Dhalem Baturenggong marah dan menyerang Blambangan. Kriyan Patih Ularan, memimpin Dulang Mangap Bali menyerang Blambangan dengan membawa keris pusaka Gelgel yang bernama Ki Dulang Mangap. Tiba di pelabuhan Blambangan, Pasukan perang Bali dihadang dengan hujan panah oleh bala tentara Blambangan. Banyak yang tewas, apalagi Ida Dhalem Juru sangat lihai memainkan sanjata Jamparing, karena terluka di matanya akibat senjata Jemparing Dhalem Juru Kriyan Ularan menjadi marah dan memancung kepala Dhalem Juru. Tewaslah Raja Blambangan dengan kepala terpisah dari badannya. Saat itu tercatat tahun saka 1434, atau tahun Masehi 1512. Berkisaran tahun Saka 1442, atau 1520, Ida Shri Dhalem Waturenggong Jaya Kepakisan menggempur Sasak, karena banyaknya rakyat Sasak menjadi perompak di Selat Bali. Banyak sekali nelayan Bali yang mereka rompak di tengah laut, sampai-sampai nelayan Bali tidak berani turun ke laut. Hal itu yang membuat pikiran Ida Dhalem Bali tidak tenang. Setelah mengerahkan pasukan yang sangat banyak, di tahun 1382, (tahun 1460 masehi), Sasak takluk di bawah kekuasaan Raja Bali.

Di tahun Saka 1400, (tahun 1478 masehi), keraton Majapahit runtuh. Mulai saat itu semakin cemerlanglah kerajaan Bali, apalagi setelah Bali bisa menaklukan kerajaan Blambangan, Puger, dan Sasak. Banyak kemudian Kerajaan lain berkeinginan bersahabat dengan Kerajaan Bali, antara lain : Sumbawa, Madura, dan Bone. Ida Dhalem Waturenggong mempunyai 3 orang putra, laki-laki dan perempuan, antara lain : I Dewa Pamayun, I Dewa Anom Sagening, Shri Dewi Manik. Saat Dhalem berpulang ke alam sunia, putra-putrinya masih kecil-kecil, masih sangat belia. Jadi roda pemerintahan di Gelgel dipegang oleh I Dewa Anggungan, Putra dari I Dewa tegal Besung. Dibantu oleh Ida Shri Dewa Gedong Arta, I Dewa Pagedangan, I Dewa Nusa dan I Dewa Bangli.

KERAJAAN BALI MAJAPAHIT KE 2

7. Pemberontakan Rakriyan Batan Jeruk.
Sekarang dikisahkan tentang rencana Rakriyan Batan Jeruk yang ingin melakukan pemberontakan kepada Keraton Swecapura Gelgel, Rakriyan Batan Jeruk bersekutu dengan I Dewa Anggungan, berencana akan membunuh para putra mahkota Swecapura. Rencana jahat itu didengar oleh Rakriyan Kebon Tubuh yang setia kepada putra mahkota, lalu langsung mengungsikan ketiga putra Dhalem Bali dari keraton, dengan melobangi tembok, menyebrang di halaman rumah Kriyan Penulisan, menuju ke Desa Pekandelan. Setelah Keraton bisa dikuasai oleh Rakriyan Batan Jeruk, tidak ditemukan ketiga putra Dhalem dalam istana, hal itu membuat Rakriyan Batan Jeruk marah, lalu mengamuk seperti kesetanan di dalam Puri Swecapura. Banyak hamba sahaya dan para dayang yang tewas akibat amukannya.
Melihat situasi seperti itu, maka berkumpulah para pembesar Puri Swecapura, membuat rencana menangkap Rakriyan Batan Jeruk, para punggawa itu antara lain: Kyai Pinatih, Kyai Kapal, Kyai Abiansemal, Kyai Kebon Tubuh, Kyai Sukahet, Kyai Pegatepan, Kyai Kaba-kaba, Kyai Pacung dan Kyai Brangsinga. Terjadi pertempuran yang sengit di dalam Puri Swecapura, antara prajurit yang setia pada Dhalem menyerbu para pemberontak. Kalahlah para pengikut Rakriyan Batan Jeruk, Rakriyan Batan Jeruk tewas dalam pertempuran itu, para senopati bawahan Rakriyan Batan Jeruk melarikan diri, antara lain: Ki Gusti Tusan bersembunyi di rumah pamanya, I Pande Tusan, I Gusti Bebengan dan I Gusti Gung Nangka bersembunyi di utara gunung, Kyai Prajurit bersembunyi di rumah Ki Pasek Manduang. I Dewa Anggungan menyerahkan diri kepada Bala Yuda Gelgel. Setelah pemberontakan Rakriyan Batan Jeruk dapat diatasi, kepemerintahan di keraton Swecapura diatur oleh para punggawa Gelgel yang setia kepada Dhalem Bali, antara lain: I Gusti Agung, Ki Gusti Nginte, Ki Gusti Jelantik, Arya Pinatih, Arya Dawuh, Ki Gusti Lanang Jungutan, Ki Gusti Tapalara dan Ki Gusti Lod.

8. Shri Dewa Pamayun.
Setelah putra mahkota Gelgel dewasa, kekuasaan Gelgel dipegang oleh Ida Shri Dewa Pamayun, dibantu oleh adiknya yang bernama Ida Shri Dewa Anom Sagening. Setelah abhiseka bergelar Ida Shri Dhalem Pamayun. Tetapi masa pemerintahan beliau, kerajaan tidak mempunyai wibawa, karena Ida Shri Dhalem Pamayun sangat tergila-gila dengan istrinya yang cantik, yang bernama Ki Gusti Ayu Samantiga, sehingga beliau tidak mempunyai waktu untuk mengurus kepemerintahan. Beliau amat suka bersenda gurau sehingga wibawa beliau di mata bawahannya tidak bagus.
Banyak kejadian-kejadian yang terjadi memerosotkan wibawa puri, karena beliau kurang tegas dalam mengambil sikap sebagai seorang raja. Ada beberapa pemberontakan kecil di Gelgel, Ida Shri Dhalem Pamayun tidak mempunyai keturunan, itulah sebabnya beliau lebih dikenal dengan nama Shri Dhalem Bekung. Setelah cukup lama beliau memegang kekuasaan di Gelgel, beliau merasa tidak sanggup mengatur pemerintahan, dengan berbesar hati beliau kemudian meninggalkan Gelgel, membangun puri di Desa Kapal.

9. Ida Shri Dhalem Sagening.
Tahun Saka 1502 atau tahun 1580 Masehi, Ida Dhalem Anom Sagening diangkat menjadi Raja Gelgel, dengan gelar Ida Shri Dhalem Anom Sagening Dharma Kepakisan. Dalam pemerintahan beliau Kerajaan Gelgel mulai bangkit kembali, kerajaan menjadi sangat kuat. Tahun Saka 1545 atau tahun 1626 Masehi, kembali bala tentara Bali menyerang Sasak yang ingin lepas dari kekuasaan Gelgel. Penyerangan itu dipimpin oleh, Kriyan Tabanan dan Kriyan Tabah. Tentara Sasak dipimpin oleh Ki Kebo Mundar. Sasak dapat ditaklukan oleh Kyai Tabanan, sementara Kriyan Tabah melarikan diri dari peperangan. Karena hal tersebut Kriyan Tabah tidak diakui lagi sebagai ksatriya oleh Raja Gelgel. Ki Kebo Mundar yang menyerah masih diberikan wewenang untuk mengatur Sasak, dibawah kekuasaan Gelgel. Daerah Badung yang dulu diperintah oleh Kriyan Tabah, dianugrahkan oleh Dhalem Bali kepada Kyai Ngurah Tegeh Kuri, saudara dari Kyai Ngurah Tabanan. Kyai Tegeh Kuri Kemudian membuat puri di Pemecutan.

10. Ida Shri Dewa Dimadya.
Ida Shri Dhalem Sagening Dharma Kepakisan mangkat karena usia yang sudah lanjut, digantikan oleh putra beliau yang bernama Ida Shri Dewa Dimadya, saat itu tahun Saka 1587, atau tahun 1665 Masehi, Ida Shri Dewa Dimadya menjadi raja Gelgel dengan gelar Ida Dhalem Dimadya Buda Kepakisan. Di pemerintahan beliau kembali menurun wibawa kerajaan Gelgel. Daerah taklukan di Sasak, Sumbawa sering diganggu oleh prajurit dari Makasar, Blambangan diganggu oleh prajurit dari Pasuruhan. Kriyan Patih Agung Manginte juga sudah berpulang karena usia lanjut, Digantikan oleh putranya yang bernama Ki Gusti Agung Widia yang lebih dikenal dengan nama Ki Gusti Agung Maruti.

11. Pemberontakan Ki Gusti Agung Maruti.
Dikisahkan Ki Gusti Agung Maruti, beliau diangkat menjadi patih agung di Gelgel, lama kelamaan ada rencana Ki Gusti Agung Maruti memberontak terhadap Dhalem Gelgel, dengan menyebarkan fitnah diantara para pembesar kerajaan Gelgel. Akibat terlalu banyak pitnah dan dusta di keraton, banyak sekali Manca dan angelurah yang mengungsi dari Gelgel, diantaranya : Kyai Tabanan, Kyai Kaba-kaba, Kyai Kebon Tubuh, Kyai Pinatih, Kyai Mambal, Kyai Tegeh Kori, sedangkan Kyai Pungakan Den Bancingah kembali ke desa minaluah, membawa keris sakti anugrah Ida Dhalem Bali yang bernama Ki Lobar. Karena suasana puri yang sepi, di tahun Saka 1608, atau tahun 1686 Masehi Ki Gusti Agung Maruti memberontak, menyerbu ke dalam Keraton. Tetapi sebelumnya Dhalem Dimadya sudah diungsikan oleh I Dewa Pungakan, dibawa ke Guliang, dikawal oleh para Mantri Kyai Brangsinga dan Kyai Pungakan Den bancingah. Mulai saat itu Keraton Swecapura dikuasai oleh Ki Gusti Agung Maruti.

12. I Dewa Agung Pamayun dan Ida Shri Agung Jambe, Raja Smarapura I.
Ida Shri Dhalem Dimadia Buda Kepakisan mangkat di Guliang karena beliau sudah sangat tua, Ida Dhalem Dimadia mempunyai putra 2 orang laki-laki. Yang sulung bernama I Dewa Agung Pamayun, beribu Desak dari Desa Bakas. Adiknya bernama I Dewa Agung Jambe, beribu patni dampati, putri Ki Gusti Ngurah Jambe Tangkeban, penguasa dari Badung. Setelah Ida Dhalem Dimadia mangkat, diangkatlah Ida Shri Dewa Pamayun sebagai raja. Tetapi Ida Dhalem hanya senang mempelajari sastra, apabila ada manca atau mekel yang ingin menghadap, lebih sering diterima oleh Ida Shri Agung Jambe.
Dengan ijin dari kakaknya, Shri Agung Jambe berkeinginan merebut kembali istana Gelgel dari Kyai Ngurah Agung Maruti. Setelah semua persiapan dirasa cukup, berangkatlah Ida Shri Agung Jambe ke Desa Sideman, membawa semua alat-alat kebesaran kerajaan Gelgel menuju puri Ida Angelurah Singarsa. Perjalanan kembali Ida Shri Agung Jambe dari Sideman dikawal oleh Ki Gusti Ngurah Agung Singarsa, Kyai Agung Dawuh, Kyai Abian Tubuh, Kyai Dewa Pungakan. Juga bala yuda lengkap dari Sideman dan Dawan menyerang keraton Gelgel yang dikuasai oleh Kyai Ngurah Agung Maruti, Ida Shri Agung Jambe juga mendapat bantuan dari Buleleng, bala yuda Ki Gusti Panji Sakti. Gelgel diserbu dari tiga penjuru. Dari utara Bala yuda Buleleng, dipimpin oleh Ki Gusti Panji Sakti, Dari timur oleh bala yuda Sideman, dipimpin oleh Ida Shri Agung Jambe, dari selatan diserbu oleh bala yuda Badung dipimpin oleh Ki Gusti Ngurah Jambe Pule. Ki Gusti Ngurah Jambe Pule bertarung dengan Ki Gusti Agung Maruti, keduanya gugur dalam perang tanding tersebut. Kyai Padang Kerta bertarung dengan patih Ki Gusti Panji Sakti yang bernama Kyai Tamblang, kalah Kyai Padang Kerta, gugur dalam pertempuran. Setelah kedua pimpinan pemberontak tewas, pimpinan yang lainnya, seperti : Ki Gusti Agung Cau, Kyai Nidul, Kyai Kloping, dan Ki Pasek Gelgel melarikan diri ke Jimbaran, bersembunyi di rumah Ida Wayan Petung Gading.
Setelah perang usai, Keraton Gelgel sudah kembali dapat dikuasai oleh Ida Shri Agung Jambe, beliau kemudian menghaturkan puri Gelgel kepada kakaknya, tetapi Ida Shri Dewa Pamayun tidak mau kembali lagi ke Gelgel, beliau memilih membuat puri di Bukit Tampaksiring dengan pengiring sebanyak 200 orang. Ida Shri Agung Jambe juga tidak mempunyai keinginan kembali ke Puri Gelgel, beliau kemudian membangun keraton di Klungkung, dinamakan Keraton Smara Pura, setelah Ida Shri Agung Jambe diangkat menjadi raja, diberi gelar Shri Dewa Agung Dhalem Jambe, yang menjadi Patih Agung Kyai Angelurah Singarsa.

search previous next tag category expand menu location phone mail time cart zoom edit close