PURA PETILAN – PURA PANGREBONGAN

PURA Petilan atau yang lebih dikenal dengan nama Pura Pangrebongan merupakan salah satu pura di Denpasar yang keberadaannya sangat erat kaitannya dengan sejarah puri di Kesiman. Pura yang terletak di sisi utara Jalan WR. Supratman, Denpasar tersebut memiliki nilai sejarah dan tradisi unik yakni Ngerebong setiap Redite Pon Medangsia.

Sekilas mengenai sejarahnya, awalnya Puri Kesiman bertempat di sebelah timur Sungai Ayung. Nama purinya waktu itu adalah Puri Kertalangu yang dipimpin oleh raja dari keturunan Arya Pinatih. Dalam bahasa Bali, kertalangu berarti tertib, indah, menyenangkan.

Atas prakarsa Raja waktu itu, di selatan Puri Kertalangu didirikanlah pura sebagai tempat pemujaan dan juga untuk menyatukan rakyat yang menjadi tanggung jawab kerajaan. Pura tersebut diberi nama Pura Dalem Kesiman. Meski namanya Pura Dalem Kesiman, namun pura tersebut bukanlah pura dalem unsur dari khayangan tiga melainkan hanya sebutan untuk tempat pemujaan raja zaman dahulu. Sebab, istilah dalem merupakan sebutan raja zaman dahulu.

Setelah beberapa lama, Raja di Puri Kertalangu ada masalah dengan Dukuh Sakti dari Pahang. Untuk menyelamatkan keluarga Puri Kertalangu, Raja berpindah ke daerah Sanur dan kemudian mendirikan pura di Pantai Sanur dengan nama Pura Jumenang. Dengan pindahnya Raja Puri di Kertalangu ke Sanur, maka rakyat Kesiman menjadi tidak terurus dengan baik. Keadaan ini kemudian didengar oleh Raja Badung yang bertahta di sebelah barat Sungai Badung. Untuk mengatasinya, maka Raja Badung (Pemecutan) mengutus putranya dan menetap di Puri Kedaton atau Puri Kesiman Ugi. Untuk memikat hati rakyat, maka berbagai tempat pemujaan diperbaiki termasuk juga Pura Petilan.

Saat pemerintahan Puri Kedaton, upacara tersebut dilakukan secara tetap di Pura Petilan atau yang lebih populer dengan nama Pura Pangrebongan. Upacara itu pun dilakukan secara tetap setelah Pura Petilan dipugar dan dilengkapi dengan berbagai pelinggih.

Perjalanan pemerintahan Puri Kedaton berjalan cukup lama. Setelah berjalan tiga keturunan, Raja Kesiman meninggal bersama permaisurinya dan meninggalkan seorang putri yang bernama Anak Agung Istri Putu Ngurah. Sebagai seorang putri yang ditinggal kedua orang tua dan saudaranya tentunya sangat kebingungan terutama dalam menyelenggarakan upacara pitra yadnya bagi orang tuanya yang meninggal itu. Dalam keadaan itu, sang putri berkaul barang siapa yang mampu menyelenggarakan upacara pitra yadnya ayahnya A.A. Istri Putu Ngurah Alan bersedia menjadi istrinya dan akan setia pada sang suami.

Mendengar kaul sang putri, maka perbekel kerajaan dari warga Tangkas menghadap Raja Badung melaporkan kaul sang putri. Raja Badung akhirnya mengutus putra kerajaan yang bernama Anak Agung Gede Pemecutan untuk memenuhi kaul sang putri. Setelah menyelenggarakan upacara pitra yadnya, akhirnya putra kerajaan menikahi sang putri.

Putra raja Badung inilah yang menjadi raja di Kesiman dengan gelar Cokorda Kesiman atau Batara Inggas. Sebagai raja baru, beliau mendirikan puri baru di sebelah barat Puri Kedaton atau Puri Kesiman Baru. Untuk menguatkan dukungan rakyat di Kesiman, maka tempat pemujaan di wilayah Kesiman pun diperbaiki. Di bagian timur Pura Petilan dibangun tempat pemujaan warga Pasek, Warga Gaduh, Warga Dangka. Demikian juga tempat pemujaan yang ada hubungannya dengan Pura Petilan dipugar oleh Raja. Pura tersebut antara lain Pura Kedaton, Pura Urasana, Pura Kesiman, dan Pura Tojan. Demikian juga upacara di Pura Petilan diteruskan dan saat upacara, Raja pun bersama rakyat ikut bersembahyang bersama-sama di Pura Petilan. Pengrebongan arca penambahan raja juga ikut diusung dan distanakan di Gedung Agung bersama arca Dalem Kesiman.

Di Pura Petilan Kesiman terdapat pelinggih gedong agung yang terletak di tengah-tengah dengan dasar bedawang nala tempat menstanakan arca. Ada juga gedong di sebelah gedong agung tempat menstanakan pura manca pengerob dan semua pecanangan atau pratima dari seluruh pura di daerah kesiman saat upacara pengerebongan di Pura Petilan.

Pura Petilan sangat menarik karena sebagai pemersatu rakyat dengan berbagai soroh atau warga dengan berbagai profesinya. Mereka disatukan atas dasar kekuatan keagamaan seperti keberadaan pura yang tidak hanya berfungsi sebagai media pemujaan pada Tuhan dan roh suci leluhur, melainkan juga untuk menjangkau aspek sosial budaya.

Pura Petilan sangat menarik karena sebagai pemersatu rakyat, dalam hal ini warga Kelurahan Kesiman dengan berbagai soroh atau warga dengan berbagai profesinya. Mereka disatukan atas dasar kekuatan keagamaan seperti keberadaan pura yang tidak hanya berfungsi sebagai media pemujaan pada Tuhan dan roh suci leluhur, melainkan juga untuk menjangkau aspek sosial budaya.

Upacara Pengerebongan merupakan ritual yang diwariskan oleh puri Agung Kesiman, dan apabila dilihat dari segi kata, Pengerebongan sendiri berasal dari kata “Rebu” yang dalam bahasa kawi berarti pesta yang bertujuan untuk menghibur atau membesarkan hari seseorang. Kata ini mendapat awalan “pe” dan akhiran “an” menjadi “Pengerebuan”. Perlahan kata ini berubah menjadi Pengerebong hingga akhirnya menjadi Pengerebongan. Upacara ini dimulai pukul 08.00 yang diawali dengan melakukan acara tabuh rah (taburan darah binatang yang digunakan dalam rangka upacara agama atau yadnya.

Pada acara ini, para mangku dan semua Bhatara (seperti pratima, barong, rangda dan Ratu Ayu) yang ada di pura-pura Desa Kesiman dihadirkan (lunga) ke Pura Dalem Pengerebongan sebelum dilakukan ritual ini. Setelah semuanya berkumpul barulah acara ini dimulai, yaitu semua mangku dan Bhatara berjalan mengelilingi wantilan yang ada di pura tersebut sebanyak tiga kali. Pada saat melakukan ritual ini banyak dari orang yang mengusung barong dan rangda mengalami kerauhan. Suasana magis begitu terasa ketika acara ini berlangsung. “Kalo pas acara ini pasti kekuatan magisnya terasa banget dan pasti banyak pengusung yang kerauhan jadi suasana sakralnya bener-bener terasa” ungkap Dewi salah seorang warga Desa Kesiman Petilan yang hadir pada acara tersebut.

Setelah ritual mengelilingi wantilan usai, acara dilanjutkan dengan melakukan persembahyangan bersama, yang mana acara ini merupakan acara puncak dari serentetan acara yang telah dilakukan sebelumnya. Adapun makna dari Upacara Pengerebongan ini adalah untuk mengingatkan kebersamaan umat Hindu melalui ritual sakral untuk menjaga keharmonisan yaitu dengan memelihara hubungan antar manusia dengan sesamanya, manusia dengan alam lingkungannya, dan manusia dengan Tuhan serta meningkatkan spiritual umatNya. Selain itu, tujuan dari pelaksanaan upacara ini adalah untuk tetap menjaga eksistensi kebudayaan Bali di tengah era globalisasi saat ini yang mana sisi-sisi kebudayaan semakin memudar dan tak jarang digantikan oleh kebudayaan-kebudayaan modern

search previous next tag category expand menu location phone mail time cart zoom edit close